REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kajian Reformasi Keamanan dan Pertahanan Pokja8 menilai, calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) lebih memiliki visi yang konkret dalam bidang pertahanan. Jokowi dinilai, memiliki visi lebih baik dibandingkan dengan capres Prabowo Subianto.
"Kalau saya melihat Pak Jokowi punya visi ke depan. Jadi punya pemahaman yang lebih baik," kata Ketua Pokja8 Edy Prasetyono dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (2/4).
Edy menuturkan gagasan Jokowi untuk membangun industri pertahanan merupakan hal yang tepat. Sebab, ia mengatakan, pertahanan Indonesia saat ini masih bergantung dari luar negeri. Lebih lanjut, Edy mengatakan kebergantungan Indonesia atas alat utama sistem pertahanan (Alutsista) berdampak negatif bagi keuangan negara. Sehingga, ia menyebut pembangunan industri pertanahan merupakan solusi atas hal itu.
Edy menilai, dengan membangun industri pertahanan maka banyak negara akan menjalin kerjasama investasi dengan Indonesia dalam bidang pertahanan. "Kalau melihat gagasannya kemarin itu tampaknya Pak Jokowi ingin merubah cara pikir kita jangan hanya melihat pengadaan Alutsista atau modernisasi (pertahanan) itu dari sekedar spending, tapi bisa menjadi investasi," ujarnya.
Terkait pembangunan pertahanan, Edy menjelaskan ada tiga hal yang sejatinya telah dilakukan pemerintah saat ini. Pertama, ia melihat pemerintah sudah banyak melakukan riset untuk kepentingan industri pertahanan dalam negeri.
Kedua, ia berkata pemerintah telah menjalin kerjasama dengan sejumlah negara untuk memproduksi Alutsista. Misalnya, ia menyebut Indonesia menjalin kerjasama dengan Korea Selatan dalam membuat pesawat tempur dan dengan Turki membuat tank harimau. "Yang ketiga itu melalui alih teknologi, misalnya adalah pembuatan kapal selam dengan Korea Selatan. Jadi kita beli, lalu tenaga kita dididik di sana agar suatu saat diharapkan PT PAL bisa membuat sendiri. Jadi ada transfer pengetahuan teknologinya," ujar Edy.
Selain membangun industri pertahanan, ia juga mengaku sepakat dengan langkah pemerintah Jokowi yang membangun satuan baru di wilayah terluar. Selain merubah paradigma petahanan domestik, ia mengatakan satuan di wilayah terluar itu membuktikan Jokowi memahami bahwa pertahanan Indonesia telah didasari atas pertimbangan geopolitik dan geostrategi.
Pertahanan di bawah pemerintahan Jokowi, kata dia, merupakan yang pertama mengembangkan Air Defense Identification Zone (ADIZ) dan Indonesia Maritime Identification Zone (IMIZ). "Ini cara pandang yang benar-benar berubah. Kita dengan demikian bukan pertahanan yang dulu lebih banyak ke domestik, sekarang berusaha melihat keluar. Ada proyeksi dan parameternya," katanya.
Sementara Prabowo, ia melihat gagasannya belum konkret. Ia berkata Prabowo lebih beretorika mengenai pertahanan, misalnya dengan menyebut pertahanan Indonesia lemah dan anggaran TNI kurang. "Pak Prabowo dia hanya menyebut justru hanya soal TNI itu lemah, anggaran kurang, tetapi visinya apa?," ucapnya.
Lebih dari itu, ia mengingatkan pertahanan Indonesia harus benar-banar diperbaharui mengingat secara geografis berdekatan dengan banyak negara dan menjadi jalur perlintasan pertagangan internasional.
"Pertahanan kita harus menjadi seperti yang digambarkan tadi. Jadi ruang pertahanannya dilengkapi medernisasi dan itu harus mengubah paradigma dari defense spending menjadi defense investment dengan mengembangkan industri pertahanan," jelasnya.