REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong relevansi perspektif bisnis dan perlindungan anak dalam aturan baru untuk mengatasi gim bermuatan negatif. Komisioner KPAI Bidang Data dan Informasi Putu Elvina mengatakan berdasarkan data KPAI sekitar 30 persen pelaku kejahatan seksual terpengaruh dari konten-konten gim bernuansa pornografi.
Ini artinya gim daring bernuansa pornografi berelevansi positif dengan kejahatan yang mereka lakukan. "Selain itu jika lihat perlindungan anak dari gim daring, maka harus diperhatikan bahwa bagaimana perspektif bisnis harus bertemu dengan perspektif perlindungan anak. Jangan sampai aspek bisnis yang berorientasi profit itu meniscayakan perlindungan anak," tegas Putu dalam konferensi pers di Kantor KPAI Jakarta, Selasa (2/4) sore.
Dia menyebut keuntungan dari gim daring pada 2018 mencapai Rp 15 triliun. Menurutnya akan sangat sia-sia apabila dengan keuntungan tersebut para regulator gagal menciptakan regulasi yang bisa menjamin anak-anak mendapatkan perlindungan dari hiburan gim daring.
"Padahal tanggung jawab besar bagi para pebisnis salah satunya untuk melindungi anak,"tegasnya.
Prioritas perspektif bisnis dengan perspektif perlindungan anak ini akan menjadi penangkal untuk mengurangi jumlah anak yang berhadapan dengan hukum. Baik karena meniru kekerasan yang disajikan dalam gim, maupun meniru perbuatan asusila karena menonton konten pornografi baik dalam gim maupun konten lain.
Apalagi dalam tiga tahun terakhir kasus anak-anak dalam cyber crime ini terus menempati posisi urutan ketiga. Padahal sebelumya berada di bawah urutan kelima yang ditangani KPAI.
"Jadi kasus ini sekarang menempati posisi ketiga teratas terus, dengan jumlah kasus yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Ini perlu ditangani segera," kata Putu.
Ketua KPAI Susanto menambahkan perlu membangun kesepahaman untuk mendorong provider membuat gim berkonten positif, dibandingkan orientasi membuat gim konten kekerasan.
"Seperti e-sports yang telah menjadi kebutuhan baru di Indonesia dan beberapa negara. Itu bisa menjadi cabang olahraga baru. Penting ada kesepahaman sepanjang konten positif tidak masalah. Kesepahaman ini penting dibangun," kata Susanto.