Kamis 04 Apr 2019 00:52 WIB

Keluarga Keraton Solo Bantah Kesepakatan Damai Tercetus

Keluarga Keraton Solo menegaskan kesepakatan tak pernah terjadi.

Sejumlah prajurit dan kerabat keraton mengikuti Kirab Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo Jawa Tengah, Senin (1/4/2019).
Foto: Antara/Maulana Surya
Sejumlah prajurit dan kerabat keraton mengikuti Kirab Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo Jawa Tengah, Senin (1/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO— Sebagian anggota keluarga Keraton Solo menampik adanya perdamaian antarputra dan putri Paku Buwono (PB) XII dan XIII pada acara Tingalan Dalem Jumenengan ke-15 Pakubuwana XIII Keraton Surakarta, Senin (1/4) lalu. 

"Pihak Sinuwun (PB XIII, red) mengatakan permasalahan sudah 'clear' dan selesai. Padahal nyatanya tidak semua putra-putri PB XII, XIII, dan keturunan PB-PB sebelumnya dilibatkan dalam acara jumenengan tersebut," kata menantu PB XII Kanjeng Pangeran Edi Wirabumi di Solo, Rabu (3/4). 

Baca Juga

Bahkan, suami dari GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng tersebut menilai pihak PB XIII cenderung tidak mengikuti arahan Presiden Joko Widodo terkait imbauan agar keluarga keraton bisa kembali merajut kerukunan. 

"Saat itu ada kesepakatan dengan yang diharapkan Presiden waktu pertemuan di Bogor, yaitu menyatunya keluarga besar diwujudkan dalam pengelolaan keraton," kata Edi.

Edi mengatakan yang terjadi saat ini adalah PB XIII Hangabehi merasa memiliki keraton sehingga tidak melibatkan anggota keluarga lain terkait berbagai kebijakan yang dikeluarkan keraton. 

Pada kesempatan yang sama, salah satu Puteri Raja Keraton Solo PB XIII Hangabehi GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani mengaku tidak diundang dalam acara jumenengan tersebut.

"Kalau diperhatikan, saya tidak ada di acara itu karena memang tidak diundang. Saya juga menyayangkan pernyataan Pak Ganjar (Gubernur Jateng, red) dan Pak Wiranto (Menkopolhukam, red) yang mengatakan bahwa kami sudah guyup dan sudah ada bebadan. Padahal saat ini semuanya masih dalam proses hukum. Jadi proses hukum belum selesai," katanya.

Terkait hal itu, Gusti Moeng meminta Presiden segera memberikan solusi terkait kondisi tersebut. "Kami minta utamanya kepada Pemerintah Indonesia untuk hadir sebagaimana amanat undang-undang menjadi pemersatu keluarga agar pelestarian adat dan tradisi budaya sebagai jati diri dan tapak peradaban bangsa lestari dan terjaga," katanya.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement