REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pornografi saat ini semakin mudah dan murah diakses oleh siapa saja. Termasuk anak-anak dan remaja. Parahnya, bukan hanya bermuatan vulgar yang cenderung hedonis, belakangan pornografi juga menggunakan simbol-simbol agama dan keshalihan lainnya seperti jilbab, masjid, serta rumah ibadah. Yang juga memprihatinkan adalah, kekerasan seksual pun sudah mulai banyak yang dilakukan di rumah ibadah dan/atau oleh oknum yang berperan di rumah ibadah tersebut.
Demikian disampaikan Ketua Umum Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) Azimah Subagijo, di Aula Masjid Raya Baitussalam Pasar Minggu, dalam Pelatihan Sehari Penyuluh Penyadaran Bahaya Pornografi dan LGBT pada sekitar 25 orang aktivis/ pegiat masjid di Jakarta, Rabu (3/4) yang terselenggara atas dukungan dari Mizan Media Utam dan GC Helmet.
Azimah menyampaikan, bahwa meski saat ini Undang-Undang Pornografi sudah lebih dari 10 tahun hadir, namun sayangnya penegakan hukumnya lemah. Selain itu, beberapa turunan peraturan dari Undang-Undang Pornografi ini belum ada, sehingga membuat pornografi masih massif tersebar di masyarakat.
“Hasil penelitian MTP tahun 2017 di 4 provinsi pada 1.600 siswa SD kelas 4 sampai kelas X SMA menunjukan bahwa kebanyakan dari mereka terpapar pornografi karena tidak sengaja. Hal ini karena pengaturan pornografi untuk perlindungan bagi anak-anak di media, dunia pendidikan, dan dunia kesehatan sampai saat ini memang belum ada peraturan menterinya," ungkap Azimah, dalam keterangannya kepada Republika.co.id.
Termasuk juga dalam hal panduan tentang upaya penanganan bagi anak pelaku dan korban pornografi, belum juga tuntas menjadi aturan positif. Akibatnya, orang-orang yang terpapar dan menjadi pecandu pornografi termasuk anak-anak dan remaja ini rentan memiliki penyimpangan perilaku termasuk menjadi penyuka sesame jenis (LGBT) dan juga pelaku kejahatan seksual.
Menurutnya, pornografi itu erat sekali hubungannya dengan penyimpangan perilaku seksual dan juga kekerasan seksual. "Akibatnya, kita dalam pencegahan bahaya pornografi, berujung pada semakin banyaknya korban sodomi, perkosaan, dan kekerasan seksual di sekitar kita termasuk di lingkungan rumah ibadah,” ujar Azimah.
Untuk itu, Azimah, melalui LSM Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) bekerja sama dengan DKM Masjid Raya Palapa Baitussalam, Pasar Minggu, mengajak aktivis atau pegiat masjid yang ada di Jakarta dan sekitarnya untuk juga peduli dan mau melakukan pencegahan bahaya pornografi dan LGBT di lingkungannya agar tidak meluas.
"Masjid adalah tempat yang tepat untuk memulai gerakan penyadaran bahaya pornografi dan LGBT di masyarakat. Mengingat perilaku pornografi dan LGBT sudah jelas haram hukumnya menurut agama,” ujar Ketua Umum DKM Masjid Raya Palapa Baitussalam Akhmad Bakhtiar Amin dalam sambutannya saat membuka pelatihan sehari untuk penyuluh ini.
Lebih jauh, dia berpesan, agar pelatihan ini tidak hanya berhenti satu kali ini saja, tapi juga dapat dilakukan di tiap-tiap masjid. Sehingga, semakin banyak orang yang menyadari bahaya pornografi dan LGBT, dan mau ikut peduli melakukan upaya-upaya pencegahan.
Dalam pelatihan yang dihadiri perwakilan dari Masjid Raya Al Ittihad, Tebet; Masjid Jami’ Al Huda, Kalianyar, Masjid Jami’ Al Hidayah, Cengkareng Timur, dan Masjid Raya Palapa Baitussalam, Pasar Minggu, tersebut disepakati untuk membuat rencana aksi berupa penyuluhan dan pelatihan penyadaran bahaya pornografi yang dilakukan berkala di masjid-masjid.
Untuk itu, para peserta juga sepakat untuk mengajak aktivis/pegiat masjid lainnya untuk juga melakukan kegiatan pencegahan bahaya pornografi dan LGBT ini di lingkungan masing-masing. Dalam hal ini, ketua Divisi Pelatihan dan Jaringan MTP Adil Quarta Anggoro menyampaikan komitmen MTP untuk melakukan pendampingan pada setiap kegiatan penyuluhan dan pelatihan yang akan diadakan di tiap-tiap masjid.