Kamis 04 Apr 2019 16:07 WIB

FAO Dorong Asia Tenggara Berdayakan Keluarga Petani

Pertanian keluarga berkontribusi besar dalam pemenuhan pangan dan gizi masyarakat

Petani memanen wortel di Kecamatan Tinggimoncong, Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (3/4/2019).
Foto: Antara/Arnas Padda
Petani memanen wortel di Kecamatan Tinggimoncong, Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (3/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mendorong negara-negara di Asia Tenggara untuk memberdayakan keluarga petani. FAO menilai keluarga petani memegang peran kunci untuk meningkatkan ketahanan pangan di kawasan.

"Mari kita perjelas, saat kita berbicara tentang bertani di Asia Tenggara, kita membicarakan pertanian keluarga. Memberdayakan pertanian keluarga dan keluarga petani akan membantu mengatasi akar penyebab kerawanan pangan dan kekurangan gizi di wilayah ini," kata Asisten Direktur Jenderal FAO sekaligus Perwakilan Regional FAO untuk Asia dan Pasifik, Kundhavi Kadiresan di Jakarta, Kamis (4/4).

Baca Juga

Pernyataan tersebut disampaikan Kundhavi pada pembukaan Konferensi Regional tentang Penguatan Ketahanan Pangan, Nutrisi, dan Kesejahteraan Petani Asia Tenggara melalui Dekade Pertanian Keluarga PBB. Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia.

Menurut Kundhavi, pertanian keluarga berkontribusi paling besar dalam upaya pemenuhan pangan dan gizi masyarakat di seluruh dunia. "Pertanian keluarga menghasilkan sebagian besar makanan yang sampai ke meja makan kita. Mereka menghasilkan 80 persen dari makanan dunia dan merupakan sumber pekerjaan terbesar," ujar dia.

"Pertanian keluarga menopang produktivitas pada lahan marginal, dan memberi konsumen lokal makanan segar, termasuk unggas, ternak, ikan, buah-buahan dan sayuran, bersama dengan makanan pokok lainnya. Komponen-komponen ini cukup penting untuk mencapai nutrisi yang baik," paparnya menambahkan.

Namun, berdasarkan data FAO, banyak keluarga petani sendiri masih mengalami rawan pangan dan dalam kondisi sangat miskin. "Ada tantangan besar bahwa kebijakan perlu dibuat untuk pertanian keluarga dan perubahan iklim, gender, pemuda, dan pekerjaan yang layak," kata Kundhavi.

Oleh karena itu, kata Kundhavi, diperlukan inovasi, akses ke kredit pedesaan - terutama bagi perempuan - dan peningkatan program perlindungan sosial pedesaan untuk membantu keluarga petani di Asia Tenggara meningkatkan mata pencaharian dan ketersediaan pangan.

"Untuk meningkatkan kesejahteraan pertanian keluarga dan memperkuat ketahanan pangan mereka, kita membutuhkan inovasi. Inovasi dalam kebijakan dan lingkungan yang mendukung. Inovasi dalam teknologi, dan inovasi dalam institusi. Yang paling penting, keluarga petani harus menjadi hati dari inovasi ini," ujarnya.

Menyadari peran penting pertanian keluarga, Majelis Umum PBB telah secara resmi mengeluarkan resolusi yang mendeklarasikan periode 2019-2028 sebagai Dekade Pertanian Keluarga.

Resolusi tersebut mengakui petani keluarga sebagai kunci dalam mengejar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dunia, khususnya dalam menjamin keamanan pangan global, memberantas kemiskinan, mengakhiri kelaparan, melestarikan keanekaragaman hayati, mencapai lingkungan yang lestari, dan membantu mengatasi migrasi.

Banyak negara di dunia telah membuat kemajuan dalam mengembangkan kebijakan publik yang mendukung pertanian keluarga, terutama dalam hal berbagi pengetahuan dan data yang berkontribusi pada tataran dialog dan pembuatan kebijakan dalam mengatasi kebutuhan spesifik pertanian keluarga.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement