REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut Komisi Pemilihan Umum telah tiga kali diterpa isu hoaks. Tiga hoaks tersebut, yakni tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos, pencoblosan surat suara di Sumatra Utara, dan server yang sudah diatur memenangkan calon tertentu.
Dedi mengatakan, terdakwa kasus isu hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos, Bagus Bawana Putra, sedang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, tiga tersangka lainnya yang berperan sebagai buzzer sedang disidang di Bogor (Jawa Barat), Brebes (Jawa Tengah) dan Kalimantan Timur.
"Yang kasus di Sumut, itu kejadian Pilkada awal 2018, tapi dibuat seolah-olah kejadian pencoblosan surat suara dilakukan sekarang," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (5/4).
Untuk kasus hoaks di Sumut, ada dua tersangka yang ditangkap di Jawa Barat dan sedang menjalani proses hukum di Polda Sumut. Sementara untuk kasus tuduhan server yang dikondisikan untuk memenangkan capres-cawapres tertentu, Ketua KPU Arief Budiman ke Bareskrim Polri sudah melaporkan tiga akun media sosial yang menyebarkan tuduhan tersebut.
Polisi, dalam hal ini tim Direktorat Siber Bareskrim Polri saat ini tengah memeriksa bukti dokumen berupa foto dan video dari tiga akun tersebut. "Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim periksa seluruh alat bukti, data-data dokumen yang diserahkan Komisioner KPU ke Bareskrim. Laboratorium Forensik Digital akan menganalisis secara komprehensif terkait tiga akun yang dilaporkan, keaslian foto dan video," kata Dedi.
Ketua KPU RI Arief Budiman yang didampingi para anggota KPU mendatangi Bareskrim Polri pada Kamis (4/4) untuk melaporkan tiga akun media sosial. Sebab, tiga akun tersebut telah menyebarkan video berisi informasi bahwa server KPU telah dikondisikan untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu.
Arief menegaskan informasi di video tersebut tidak benar. KPU pun merasa terganggu dengan video yang beredar di medsos itu karena dapat mengganggu kepercayaan publik terhadap KPU.