Sabtu 06 Apr 2019 00:15 WIB

Alasan Pemerintah Tetap Mensubsidi Tiket KRL Jabodetabek

Tahun ini pemerintah mengalokasikan subsidi penumpang KRL sebesar Rp 1,6 triliun

 Stasiun Bogor. Sejumlah penumpang KRL berada di kereta di Stasiun Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (11/3).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Stasiun Bogor. Sejumlah penumpang KRL berada di kereta di Stasiun Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah akan tetap memberikan subsidi pelayanan publik (PSO) kepada kereta perkotaan, termasuk kereta rel listrik (KRL). Kebijakan ini diambil untuk mendorong masyarakat mau beralih dari angkutan pribadi ke angkutan massal, meski saat ini moda andalan warga Jabodetabek itu banyak terjadi gangguan.

“Kalau angkutan kota lebih banyak kebijakan ekonomi mengatasi kemacetan, kalau kita lepaskan subsidi (kereta perkotaan) mungkin (masyarakat) akan kembali ke motor,” kata Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri saat mendampingi kunjungan kerja Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dari Bogor hingga Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (5/4).

Baca Juga

Besaran subsidi yang digelontorkan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk kereta perkotaan tahun 2019, yakni Rp 2,3 triliun. Sebesar Rp 1,6 triliun di antaranya untuk subsidi penumpang KRL.

Zulfikri menilai besaran subsidi tersebut untuk menutupi kerugian yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbas dari kemacetan yang ditaksir sekitar Rp 65 triliun. “Kami berikan subsidi besar di sini, agar ada shifting (peralihan) ke angkutan publik yang lebih efisien, apa yang diperoleh pemerintah adalah nilai keekonomian,” katanya.

Hal ini dinilai berbeda dengan tarif kereta jarak jauh yang tidak mendapatkan subsidi karena sudah dikaji dengan kemampuan atau daya beli masyarakat. “Coba kalau tarif KRL Rp 10.000, orang balik lagi ke motor,” katanya.

Namun Zulfikri mengakui bahwa untuk menciptakan bisnis yang berkelanjutan, KCI mesti digenjot dari sisi komersial, karena itu ia tengah mencari cara untuk skema subsidi yang lebih tepat sasaran.

“Bagaimana metode-metode supaya subsidi tepat sasaran, seperti listrik per kwh-nya berbeda antara rumah sederhana dengan rumah-rumah yang bagus. Sekarang kami bereskan dulu time table perjalanan KRL karena masih ada antrean,” katanya.

Terkait gangguan KRL, Zulfikri mengatakan saat ini memang perjalanan KRL sudah mencapai tingkat yang maksimal, yakni 938 perjalanan per hari. Untuk itu, lanjut dia, diperlukan perawatan yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan seperti rel, persinyalan, dan listrik aliran atas.

Selain itu juga prasarana KRL yang saat ini usianya sudah cukup tua dan perlu dilakukan peremajaan. “Kami lihat mungkin karena tidak lakukan perawatan lebih baik,” ujarnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement