REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para imigran ini tidak serta-merta menanggalkan identitas tradisi dan budaya negara asal. Sebaliknya, mereka menjaga baik-baik praktik tradisi nenek moyang. Ini bisa ditilik dari bentuk rumah yang bergaya Timur Tengah atau sejumlah komoditas dagang yang merupakan ciri khas produk asal Timur Tengah, misalnya minyak wangi, obat tradisional Arab, dan banyak lagi.
Di samping itu, para imigran tetap memperhatikan perkembangan yang terjadi di Palestina. Secara regular, mereka membaca koran-koran dari Palestina. Beberapa pengusaha rutin membantu perjuangan saudara sebangsa dalam memperoleh hak-hak mereka. Mereka juga sudah terbiasa melaksanakan shalat jenazah untuk mengenang para syuhada Palestina.
Kaum imigran Arab semakin mendapat pengakuan di masyarakat. Seperti diungkapkan Roberto Marin, tak hanya kontribusi di sektor perekonomian, mereka juga melaksanakan program-program sosial dan pendidikan. Salah satunya dapat dilihat melalui sekolah yang didirikan di pinggir Kota San Pedro Sula. Sekolah ini menampung sekitar 300-an anak-anak kurang mampu di wilayah tersebut.
Umat Muslim juga memanfaatkan masjid di kawasan Colonia Prado Alto untuk menggelar berbagai aktivitas sosial keagamaan. Menurut penjelasan pimpinan Fundacion Islamica de Honduras, Abd el Jawad Abd el Fatah, masjid ini didirikan sekitar empat tahun lalu dan kerap dihadiri imigran Muslim dari Timur Tengah, Afrika, Indonesia, dan sebagainya.
Salah seorang tokoh Muslim Honduras, Selim Canahuati, menyatakan, umat Muslim Honduras berkomitmen menjaga tradisi tanah leluhur sekaligus berpegang pada nilai-nilai agama. Hal itu tidak terjadi dalam waktu singkat, namun telah melalui proses panjang. Sehingga, ia pun meyakini nilai Islam akan tetap terjaga dan menjadi landasan dalam kehidupan umat sehari-hari di negara tersebut.