Senin 08 Apr 2019 09:09 WIB

Menlu Turki: Netanyahu tidak Bisa Ubah Status Tepi Barat

Netanyahu berjanji menganeksasi permukiman Israel di Tepi Barat.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.
Foto: Matthias Balk/dpa via AP
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Turki mengkritisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai sosok yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terkait pernyataan Netanyahu yang berjanji menganeksasi permukiman Israel di Tepi Barat jika ia memenangkan pemilihan umum Israel.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan Tepi Barat, yang direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967, adalah wilayah Palestina sehingga pendudukan Israel sangat melanggar hukum internasional. "Pernyataan Perdana Menteri Netanyahu yang tidak bertanggung jawab untuk mencari suara sebelum pemilihan umum Israel tidak dapat dan tidak akan mengubah fakta ini," ujar Cavusoglu melalui Twitter resminya, Ahad (7/4).

Baca Juga

Netanyahu diketahui sudah mendiskusikan langkah mengambil kedaulatan Israel atas pemukiman besar Tepi Barat, sebab Israel telah melakukan di Dataran Tinggi Golan dan Yerusalem Timur. "Saya akan memperpanjang kedaulatan (Israel) dan saya tidak membedakan antara blok pemukiman dan pemukiman terisolasi," ujar Netanyahu kepada Israel Channel 12 News, Sabtu (6/4).

Usai pernyataan Netanyahu itu, para pemimpin Palestina menanggapi dengan marah. Mereka menyalahkan kegagalan oleh kekuatan dunia untuk membela hukum internasional.

Juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin mengeluarkan pernyataannya. "Akankah demokrasi Barat bereaksi atau akankah mereka terus menenteramkan? Mereka memalukan! " kata Ibrahim Kalin melalui Twitter.

Palestina dan banyak negara di dunia menganggap permukiman ilegal di bawah konvensi Jenewa yang melarang permukiman di tanah yang direbut dalam perang. Israel membantah hal ini, dengan menyebut kebutuhan keamanan dan koneksi alkitabiah, historis dan politis dengan tanah itu.

Erdogan mengkritik pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump atas dukungan nyatanya bagi Israel, termasuk keputusan AS memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.

Palestina ingin Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara masa depan yang mereka cari. Namun, pembicaraan damai dengan Israel mandek sejak 2014.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement