Senin 08 Apr 2019 09:28 WIB

Menlu Belanda Sebut Pemimpin Timteng Gagal Urus Warganya

Menlu Belanda beranggapan warga Timteng tak mendapatkan kehidupan layak.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nashih Nashrullah
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.
Foto: Oded Balilty/AP
(File Foto) Suasana Dome of The Rock di kompleks Al Aqsa, Yerusalem, Palestina beberapa waktu lalu. Pejabat senior Pemerintahan Trump mengabarkan Trump akan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke kota tua ini.

REPUBLIKA.CO.ID, DEAD SEA — Belanda meminta para pemimpin di Timur Tengah (Timteng) harus melakukan banyak hal memenuhi tuntutan warga negaranya.

Seperti dilansir di Arab News pada Ahad (7/4), dalam forum Ekonomi Dunia (WEF), Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Kerja Sama Pembangunan Belanda, Sigrid Kaag menyatakan Uni Eropa (UE) dan masing-masing negara Eropa tidak mungkin memainkan peran sentral di Timur Tengah.

Baca Juga

Menurut dia, UE dan negara-negara Eropa lebih memungkinkan mendukung inisiatif dari PBB dan memberikan bantuan kemanusiaan pada konflik Timur Tengah. “Lembaga-lembaga (di wilayah) telah gagal terhadap warga mereka sendiri,” kata Kaag.

Menurut dia, kegagalan tidak semata-mata menyikapi konflik Israel-Palestina yang tak berkesudahan, tetapi juga tidak menyediakan lapangan pekerjaan, tidak ada masa depan, dan sektor publik kacau. 

Dia beranggapan, selama ini warga negara di Timur Tengah ingin tahu ihwal bagaimana pemerintah akan mengatasi masalah itu.  

“Kepemimpinan, pada akhirnya harus berasal dari negara sendiri. Eropa dapat memberikan dukungan. Kami tidak hidup di era neokolonial,” ujar Kaag.  

Komentar itu menanggapi pernyataan seorang pejabat senior Palestina yang menganggap Amerika Serikat (AS) menjadi bagian integral dari masalah dalam konflik dengan Israel. 

Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat, menganggap pemerintahan  Presiden AS Donald Trump tidak melakukan apapun untuk memperbaiki keadaan. 

Trump menginginkan kesepakatan damai Israel-Palestina. 

Namun, Palestina menolak memenuhi hal itu, sejak kebijakan kontroversial yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel pada Desember 2017. Orang-orang Palestina menganggap sektor timur kota dan status Yerusalem adalah salah satu masalah paling sulit dalam konflik negara itu dengan Israel.

“Tim Timur Tengah Trump belum berhasil mengusulkan inisiatif tunggal untuk membuat kita lebih dekat dengan perdamaian,” kata Erekat.

Sebaliknya, menurut Erekat, Trump malah mengambil sejumlah langkah signifikan yang memperburuk situasi di lapangan. Tidak jelas ihwal apakah hal itu dipicu bias ideologis atau kurangnya pengalaman politik dari orang-orang yang dipilih untuk mewakili kepentingan nasional AS di Timur Tengah. 

Namun, dia menganggap administrasi Trump telah membuktikan ketidakmampuannya menjadi bagian dari solusi konflik yang tak berkesudahan itu.

Erekat mengatakan Palestina akan selalu menghargai dukungan dan solidaritas Raja Saudi Salman bin Abdulaziz Alu Saud dan Arab Saudi. 

Dia mengatakan, Raja Salman telah menyatakan dukungannya untuk hak-hak Palestina tidak mengenal batas dan tidak berhenti sampai negara itu mandiri. 

“Rakyat Palestina harus menikmati kehidupan yang layak di tanah negara merdeka mereka,” kata Erekat.

Penjaga Dua Masjid Suci itu telah menegaskan kembali bahwa Arab Saudi tidak berkompromi dalam hal hak-hak Palestina. 

Raja Salman juga mengatakan, pertumbuhan ekonomi di belahan dunia mana pun tidak dapat dicapai, kecuali ada keamanan dan stabilitas.

Erekat menilai WEF menjadi kesempatan mengirim pesan kuat kepada dunia bahwa setiap rencana perdamaian yang tidak memperhitungkan tuntutan sah warga Palestina, tidak akan bertahan dan tidak akan diterima.

Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi Bin Abdullah mengatakan penyelesaian masalah Israel-Palestina sangat penting. Namun, dia tidak setuju dengan harapan beberapa pemimpin di wilayah tersebut.

“Kita perlu mencari cara baru sehingga Timur Tengah akan menjadi wilayah yang stabil,” kata Yusuf.

 Dia menilai orang-orang Arab perlu memahami ihwal kenapa Israel pindah untuk mengambil Wilayah Pendudukan. 

Menteri Pertahanan Lebanon, Ayman Elias Bou Saab, mengatakan semua masalah akan menjadi mudah, jika ada solusi untuk konflik Israel-Palestina.  

Dia membandingkan situasi saat ini dengan akhir konflik bersenjata di Chechnya. Para militan al-Qaeda bubar. Beberapa dari mereka kembali ke Libanon dan mulai menimbulkan masalah. “Mungkin perang telah dimenangkan di Suriah, tetapi (para militan) pulang dengan ideologinya. Ini bisa terjadi di mana saja,” ujar Yusuf. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement