REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Ekspor dan impor Jerman turun lebih dari yang diharapkan pada Februari, menurut data yang dirilis pada Senin (8/4). Hal ini menandakan ekonomi terbesar Eropa ini kemungkinan akan membukukan sedikit pertumbuhan pada kuartal pertama di tengah meningkatnya hambatan dari luar negeri.
Eksportir Jerman menderita perlambatan ekonomi dunia, perselisihan perdagangan dan kekhawatiran atas Brexit. Lembaga-lembaga ekonomi terkemuka pekan lalu memangkas perkiraan mereka untuk pertumbuhan 2019 dan memperingatkan kenaikan jangka panjang telah berakhir.
Kantor Statistik Federal mengatakan, ekspor yang disesuaikan secara musiman turun 1,3 persen dalam sebulan. Ini merupakan penurunan terbesar dalam 12 bulan, sementara impor turun 1,6 persen.
Surplus perdagangan naik hingga 18,7 miliar euro (Rp 297,3 triliun) dari revisi 18,6 miliar euro (Rp 295,7 triliun) pada bulan sebelumnya. Surplus perdagangan diperkirakan akan menyempit menjadi 18 miliar euro (Rp 286,2 triliun).
"Tampaknya ada terlalu banyak krisis dalam perdagangan global bagi sektor ekspor Jerman untuk menentang semuanya pada saat yang sama," kata Carsten Brzeski dari ING.
Dia merunjuk pada sengketa perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina, kekhawatiran Brexit yang tidak mendapat kesepakatan, kemungkinan pendinginan ekonomi Cina dan masalah di pasar negara berkembang lainnya.
Data yang dirilis terakhir menunjukkan bahwa pesanan industri Jerman turun dengan margin terbesar dalam lebih dari dua tahun pada bulan Februari. Namun, produksi industri naik sedikit lebih dari yang diharapkan pada bulan yang sama karena cuaca ringan membantu lonjakan konstruksi.
Jerman berada di tahun ke-10 ekspansi ekonomi, tetapi mengalami resesi pada akhir tahun lalu dan mencatat tingkat pertumbuhan terlemahnya dalam lima tahun pada tahun 2018. Pemerintah Jerman akan memperbarui perkiraan pertumbuhannya akhir bulan ini. Pada Januari, Berlin mengatakan pihaknya memperkirakan ekonomi tumbuh satu persen tahun ini.