REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kalapas Sukamiskin Bandung, Wahid Husen, divonis delapan tahun penjara oleh Majelis Hakim Tipikor Bandung. Atas vonis tersebut, kuasa hukum terdakwa mempertimbangkan untuk banding. Kuasa hukum menilai vonis tersebut terlalu berat dan tidak berkeadilan.
"Saya pribadi mempertimbangkan banding. Tapi belum diputuskan karena harus dibicarakan dulu dengan klien saya,’’kata kuasa hukum terdakwa, Firma Uli Silalahi kepada para wartawan usai persiadangan, Senin (8/4).
Firman menilai, fasilitas istimewa yang diterima oleh warga binaan (narapidana) tidak hanya terjadi saat kliennya menjabat Kalapas Sukamiskin. Namun fasilitas tersebut diterima warga binaan jauh sebelum Wahid menjadi Kalapas Sukamiskin. Fakta tersebut, kata dia, terungkap di persidangan.
"Saksi-saksi di persidangan mengungkap bahwa fasilitas tersebut (istimewa) sudah ada sebelum Pak Wahid menjabat. Tapi kenapa semua kesalahan ditujukan kepada Pa Wahid? Itu yang menurut kami tidak berkeadilan,"tutur dia.
Saat mendengarkan putusan hakim, Wahid yang mengenakan batik lengan panjang warna abu lebih banyak menundukkan kepala. Usai mendengarkan vonis tersebut, terdakwa langsung menemui istri, anak, dan keluarganya yang setia menunggu sejak awal persidangan. Wahid terlihat menenangkan istri dan anaknya yang terlihat menangis di dalam ruang persidangan.
Sebagaimana diketahui, mantan Kalapas Sukamiskin Bandung, Wahid Husen, divonis delapan tahun penjara. Selain itu terdakwa juga didenda Rp 400 juta atau kurungan empat bulan penjara. Vonis terhadap Wahid Husen yang didakwa menerima suap dari napi koruptor dibacakan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor Bandung. ‘’Menjatuhkan hukuman pidana delapan tahun kepada terdakwa dan denda Rp 400 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan diganti kurungan empat bulan penjara,’’kata Ketua Majelis Hakim, Sudira, saat membacakan putusan.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa selama sembilan tahun penjara. Hakim menyatakan perbuatan terdakwa Pasal 12 Huruf b UU No 20 tahun 2011 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Dalam sidang putusan tersebut, hakim membeberkan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan terdakwa saat menjabat Kalapas Sukamiskin.
Terdakwa, kata hakim, menerima sejumlah uang dan barang dari napi koruptor Fahmi Darmawansyah (yang juga jadi terdakwa). Dengan suap tersebut, Fahmi menerima berbagai fasilitas di dalam sel tahanannya.