REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bawaslu RI menyarankan agar Panitia Pemilih Luar Negeri (PPLN) bisa menyediakan barcode pada surat suara demi meminimalkan potensi kecurangan pemilu. Barcode ini guna mengidentifikasi surat suara keluar sama dengan surat yang kembali.
"Khususnya pemilihan lewat pos, ini titik rawan tertinggi, barcode ini guna mengidentifikasi surat suara keluar dengan yang dikirim kembali ke KPU itu sama," kata Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin, di Jakarta, Senin (8/4).
Sampai saat ini, menurut dia, baru dua kota dari 34 kota di luar negeri yang menyediakan barcode untuk surat suara, yaitu Taipei dan New York. "Kami tidak bisa mengawasi ke setiap pintu rumah masing-masing apalagi tenaga pengawas juga terbatas, oleh karena itu perlu barcode," kata dia.
Ia menganggap menyediakan barcode ini belum terlambat karena pencoblosan di luar negeri baru dimulai Senin hari ini. Pemungutan suara akan digelar sampai 14 April dengan daftar pemilih tetap 2.058.191 pemilih pada 260 PPLN.
Pada pemetaan potensi kerawanan pemilu, Bawaslu memberikan perhatian lebih pada dua daerah pemilihan luar negeri, yakni Malaysia dan Hongkong. "Ada temuan yang sedang kita investigasi di Malaysia, nanti kita informasikan. Terkait laporan praktik jual beli suara di sana akan menjadi pengayaan informasi," katanya.
Sementara di Hongkong, lanjut dia sudah menjadi preseden dari pemilu sebelumnya soal kekurangan surat suara. Hal ini bisa menimbulkan potensi kerawanan pemilu.