Senin 08 Apr 2019 18:23 WIB

Malaysia Cari Rekan untuk Lawan Pembatasan Kelapa Sawit

Rencana UE membatasi penggunaan minyak sawit berdampak pada petani kecil.

Rep: Lida Puspaningtyas / Red: Friska Yolanda
Komoditas kelapa sawit Indonesia ditolak Uni Eropa
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Komoditas kelapa sawit Indonesia ditolak Uni Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysian Palm Oil Council (MPOC) berkomitmen untuk bekerja sama dengan negara-negara ASEAN lain untuk melawan kebijakan Uni Eropa terkait larangan kelapa sawit. Direktur sains dan lingkungan MPOC, Ruslan Abdullah mengatakan Malaysia tidak dapat bekerja sendiri karena hanya negara kecil.

"Dampaknya akan kurang signifikan, tetapi jika kita bekerja sama dengan negara-negara lain, misalnya India atau Pakistan, kita akan memiliki pertahanan yang kuat untuk bersaing melawan Uni Eropa," katanya kepada Bernama, Ahad (7/4).

Baca Juga

Dia menanggapi pernyataan Perdana Menteri Mahathir Mohamed yang menyebut Malaysia akan mempertimbangkan pembalasan jika Uni Eropa mendiskriminasi minyak sawit. Pada 19 Desember tahun lalu, anggota parlemen Prancis memilih untuk menghapus minyak kelapa sawit dari skema biofuelnya mulai Januari 2020.

Direktur Jenderal Malaysian Palm Oil Board (MPOB), Kushairi Din mengatakan Malaysia dapat membalas dengan menghentikan perdagangan produk UE, jika mereka melanjutkan sikap diskriminatifnya terhadap minyak sawit Malaysia. Rencana UE untuk membatasi penggunaan minyak kelapa sawit di sektor biofuel dapat berdampak pada petani kecil.

Ia menyebut Malaysia adalah mitra dagang penting bagi UE. Menurut European External Action Service, Malaysia adalah mitra dagang terbesar kedua UE di kawasan Asia Tenggara, sedangkan UE adalah mitra dagang terbesar ketiga Malaysia.

Berdasarkan data MPOB dalam hal perdagangan produk kelapa sawit, UE adalah pasar ekspor minyak sawit Malaysia terbesar kedua pada 2018 setelah India. Porsinya menyumbang 11,6 persen dari total ekspor minyak sawit Malaysia.

Pada tahun 2018, nilai total minyak sawit dan produk berbasis kelapa sawit yang diekspor ke UE adalah 9,31 miliar ringgit, turun 16,9 persen dari 11,20 miliar ringgit pada 2017. Ini karena rendahnya harga produk minyak sawit.

Dia mengatakan perdagangan antara UE dan Malaysia didominasi oleh produk industri. UE lebih banyak mengimpor mesin dan peralatan dan mengekspor peralatan dan mesin listrik.

"Sektor lain yang relevan dalam hal impor UE dari Malaysia adalah plastik dan karet serta lemak dan minyak nabati dan dalam hal ekspor, produk mekanis," katanya.

Sementara itu, kepala eksekutif Asosiasi Minyak Kelapa Sawit Malaysia (MPOA) MR Chandran mengatakan Malaysia harus melakukan upaya terkoordinasi untuk mengatasi ancaman UE. Malaysia dinilai perlu lebih meningkatkan pengembangan produk bernilai tambah lebih tinggi untuk bersaing dengan produk pesaing.

"Kita harus memastikan ada solusi yang lebih baik untuk meningkatkan pangsa pasar di dua pasar besar seperti India dan Cina," katanya. Untuk jangka panjang, industri minyak sawit Malaysia didorong untuk mengeksplorasi dan memperluas bisnis. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

  • Sangat tertarik
  • Cukup tertarik
  • Kurang tertarik
  • Tidak tertarik
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement