REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, peraturan presiden (perpres) mobil listrik menjadi sebuah urgensi mengingat pemerintah yang ingin fokus mengembangkan kendaraan ramah lingkungan. Reguasi ini dibutuhkan guna menciptakan iklim usaha atau industri yang kondusif.
Heri menilai, perpres mobil listrik memang membutuhkan waktu yang lama untuk dirilis. Pasalnya, kendaraan ini menjadi hal baru bagi Indonesia. Di sisi lain, desain mobil listrik harus memperhatikan infrastruktur yang ada. "Misalnya, kalau negara maju sudah ada tempat buat charge mobil, di Indonesia belum banyak," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (8/4).
Selain itu, pemerintah juga harus mampu menciptakan pasar agar mobil listrik ini dapat berkembang dan diproduksi. Caranya adalah dengan membuat kebijakan agar masyarakat mau beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik yang dalam hal ini adalah hybrid.
Saat ini, Heri menambahkan, pertanyaannya adalah seberapa besar kemampuan masyarakat untuk mau membeli mobil listrik. Sebab, kendaraan ini ternyata masih segmented pada golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas yang memang memiliki willingness to pay atau keinginan untuk membeli.
Salah satu upaya untuk memperluas pasar adalah membuat mobil listrik dengan harga terjangkau. Selama ini, kendaraan tersebut terkesan mahal dengan segala teknologi dan konsep ramah lingkungan yang diusung. "Supaya gitu, harus ada insentif fiskal," tutur Heri.
Heri menuturkan, insentif yang dirasa akan efektif yakni mengurangi atau menghapuskan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Ketika ini dihilangkan, peerintah dapat menggantinya dengan pajak lain. Misalnya, menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ketika industri baterai mobil listrik ataupun komponen lain sudah terbangun di Indonesia.
Ketika permintaan dari masyarakat meningkat, berarti produksi dalam negeri akan mengalami pertumbuhan, sehingga industri lokal pun tumbuh. Hanya saja, Heri mengingatkan, pemerintah tetap harus mengenakan PPnBM pada kendaraan listrik impor. Tujuannya, agar produksi dalam negeri dapat bersaing dan industri terus tumbuh.
Heri mengakui, membangun ekosistem mobil listrik memang tidak mudah dan membutuhkan pengorbanan di titik awal. Tapi, apabila sudah berkembang, ia yakin akan terjadi multiplier effect. "Industri berkembang, masyarakat beralih ke mobil ramah lingkungan dan tercipta lapangan pekerjaan baru," katanya.
Ketika perpres mobil listrik sudah diresmikan, Heri menilai, tantangan terbesar industri mobil listrik adalah persaingan dengan produksi luar negeri. Oleh karena itu, ia menganjurkan pemerintah dan industri untuk memaksimalkan perjanjian dagang dengan sejumlah negara, termasuk Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA CEPA) yang baru diteken beberapa waktu lalu.
Selain itu, pemerintah dan industri harus mendampingi masyarakat saat beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik. Sebab, pergesera ini pasti akan membuat sejumlah perubahan, termasuk tutupnya sejumlah industri manufaktur komponen kendaraan konvensional. "Tapi, saya rasa ini tidak akan berdampak negatif asalkan prosesnya bertahap," ujar Heri.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, perpres mobil listrik sudah memasuki tahap finalisasi. Pekan ini, rancangan Perpres tersebut siap diberikan kepada Sekretariat Negara untuk kemudian disahkan oleh Presiden Joko Widodo. Ia memastikan,, seluruh pihak terkait sudah sepakat terkait rencana pengembangan mobil listrik ke depan.