REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, pengesahan PP JPH sudah sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri halal baik dalam bentuk produk-produk halal hingga wisata halal. Apalagi kontribusi industri halal dalam beberapa tahun mendatang pun diyakini akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
“Ini harus dibereskan dahulu, karena di satu sisi bisa membantu produk halal Indonesia menjangkau pasar global, tapi di sisi lain, terjadi penolakan dari pelaku usaha dalam negeri,” kata Bhima saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/4).
Bhima mengatakan, sebelum PP JPH disahkan pemerintah, lebih baik pemerintah melakukan sosialisasi dan pemahaman yang komprehensif kepada semua pelaku usaha. Hal itu agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi satu sama lain.
Ia pun menegaskan agar komunikasi yang dilakukan pemerintah jelang pengesahan PP JPH tidak hanya dilakukan kepada pelaku usaha kelas menengah. Sebaliknya, pelaku usaha skala kecil hingga mikro juga harus diberikan pemahaman.
“Produk-produk halal yang sudah tersertifikasi juga akan membantu Indonesia untuk mendatangkan para wisatawan mancanegara muslim. Ini bisa mendorong. Selanjutnya, tinggal pengawasan saja,” katanya.
Bhima memprediksi, dalam lima tahun mendatang, industri halal setidaknya berpotensi mengambil porsi sekitar 20 persen dari total produk domestik bruto nasional Indonesia. Oleh karena itu, Bhima menegaskan, keberadaan PP JPH menjadi penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebelumnya, Perkumpulan Pariwisata Halal Indonesia (PPHI) menyatakan, keberadaan PP JPH akan berdampak langsung pada naik turunnya jumlah kunjungan wisatawan muslim ke Indonesia.
Ketua PPHI, Riyanto Sofyan, mengatakan, sejauh ini pemerintah baru memiliki Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014. Dengan akan diterapkannya PP JPH sebagai pelengkap regulasi, Indonesia diyakni dapat meningkatkan porsi kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) muslim menjadi 35 persen dari total kunjungan wisman.
Tahun lalu, dari jumlah keseluruhan kunjungan wisman sebesar 15,8 juta orang, wisatawan muslim yang menyasar destinasi halal di Indonesia sebanyak 3 juta orang atau menempati porsi sekitar 21 persen. Pada 2019 ini, minimal Indonesia bisa menaikkan jumlah kunjungan wisman muslim menjadi 5 juta dari target total 20 juta kunjungan atau sekitar 25 persen.
“Tahun ini seharusnya UU JPH sudah berlaku secara penuh, maka seharusnya kita bisa dapat porsi yang lebih besar dari target 25 persen tahun ini. Masak kita kalah dengan Jepang yang serius dengan wisata halal,” kata Riyanto di Kementerian Pariwisata, Jakarta, Senin (8/4).