Selasa 09 Apr 2019 08:28 WIB

Doa Pamungkas Ibnu Athaillah di Mahakaryanya al-Hikam

Doa pamungkas Ibnu Athaillah wujud dari kebersihan hati.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Berdoa di Bukit Tsur
Foto: Republika/Heri Ruslan
Ilustrasi Berdoa di Bukit Tsur

REPUBLIKA.CO.ID, Kitab al-Hikam begitu populer di Dunia Islam bahkan sampai saat ini. Al-Hikam pada awalnya merupakan hasil pendiktean (imla’) yang dilakukan Ibnu ‘Atha’illah kepada salah seorang muridnya, Taqiyyuddin as-Subki (w 756 Hijriyah), yang juga bermazhab Syafii. 

Belakangan, Ahmad Zarruq (w 899 Hijriyah), seorang guru Tarekat Syadziliyah, menemukan hasil dikte ini dari seorang pakar hukum bermazhab Syafii, Syamsuddin as-Sakhawi pada 876 H di Kairo. Sanad atas al-Hikam telah ada sejak di tangan Taqiyyuddin as-Subki. 

Baca Juga

Ahmad Zarruq sendiri sudah menulis 30 syarah atas al-Hikam. Kitab ini diduga ditulis pertama ketika Ibnu ‘Atha’illah masih berguru pada Syekh Abu al-Abbas al-Mursi pada 674 hijriah.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa al-Hikam ditulis dalam masa 12 tahun. Kata hikam merupakan bentuk jamak dari kata bahasa Arab, hikmah yang bermakna ‘bijaksana.’ 

Victor Danner dalam buku Mistisisme Ibnu ‘Atha’illah menjelaskan, al-Hikam disusun dalam tiga bagian pokok, yakni aforisme, risalah, dan doa. Ada 262 aforisme dan 25 bab dalam keseluruhan al-Hikam. 

Kendati begitu, dalam bentuk awalnya al-Hikam tidak tersusun ke dalam bab-bab. Para murid Ibnu ‘Atha’illah kemudian yang merasa perlu  merapikannya. Tema dasar al-Hikam adalah makrifat dan tauhid, yaitu bahwa Allah adalah Zat yang al-Haq.  

Kitab al-Hikam diakhiri dengan untaian doa yang bernilai puitis pula. Ibnu ‘Atha’illah memandang munajat sebagai momentum yang urgen dalam membangun hubungan hablum minaallah.  

Kuncinya adalah tersingkirnya kesombongan dalam kalbu manusia. Sebab, rasa cinta Tuhan hanya bisa diperoleh melalui sikap berserah diri secara utuh tanpa paksaan, tanpa pura-pura.

“Tuhanku. Betapa lembut Engkau padaku meski besarnya kebodohanku. Tuhanku. Betapa kasih Engkau padaku meski buruknya perbuatanku. Tuhanku. Betapa dekat Engkau padaku dan betapa jauh aku dari-Mu.”

“Tuhanku. Apakah yang bisa ditemukan oleh seseorang yang kehilangan-Mu? Dan apakah yang bisa hilang dari seseorang yang menemukan-Mu?” 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement