REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Delapan kabupaten/kota mempunyai skor indeks kerawanan pemilu (IKP) tinggi. Skor IKP ini dinilai dari empat dimensi, yakni konteks sosial politik, penyelenggara pemilu yang bebas dan adil, kontestasi, dan partisipasi politik.
"Yang paling tinggi, adalah Kabupaten Jayapura di Papua dengan skor 80,21 di mana kerawanan tinggi itu terjadi di seluruh dimensi," ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochamad Afifuddin kepada wartawan ketika pemaparan IKP di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (9/4).
Selanjutnya, Kabupaten Lembata di NTT (72,04), Kabupaten Mamberamo Raya di Papua (69,66), Kota Solok di Sumatera Barat (68,59), Kabupaten Intan Jaya di Papua (68,52), Kabupaten Bogor di Jawa Barat (67,64), Kabupaten Tolikara di Papua (67,44) dan Kabupaten Nduga di Papua (66,88).
Afif menambahkan 506 daerah lainnya masuk kategori kerawanan sedang dan tidak ada daerah yang masuk kategori kerawanan rendah. "Dari data ini perlu dilakukan pencegahan secara masif dan terstruktur oleh seluruh pemangku kepentingan," jelas Afif.
Dia menuturkan salah satu isu dominan yang harus diprioritaskan demi menekan kerawanan adalah persoalan hak pilih. Ia mengatakan tingginya prioritas hak pilih juga direspons dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan waktu pengurusan form A5 untuk pindah memilih hingga tujuh hari sebelum pemungutan suara.
Berdasarkan pemutakhiran IKP 2019, Bawaslu menyampaikan beberapa rekomendasi kepada para pemangku kepentingan. Misalnya, kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan Pemilu, Bawaslu merekomendasikan agar menjamin hak pilih baik pemilih yang sudah terdaftar maupun belum terdaftar sepanjang memenuhi syarat sebagai pemilih.
Bawaslu juga merekomendasikan parpol peserta pemilu dan aktor politik baik lokal maupun nasional agar menciptakan pesan kampanye damai dan menerima hasil pemilu. Jika kemudian melakukan gugatan atau sengketa agar melakukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Bawaslu pun merekomendasikan penguatan calon perempuan untuk meningkatkan representasi perempuan dalam politik elektoral," ujar Afif.
Untuk pemerintah, Bawaslu merekomendasikan agar melakukan percepatan terhadap pemenuhan dan perbaikan administrasi kependudukan. Hal itu untuk menjamin hak politik warga negara.
Selain itu, kata Afif, pemerintah juga harus menjamin rasa aman dan ketentraman pemilih pada saat menggunakan hak suaranya. Pemerintah pun harus berkomitmen untuk menjamin netralitas aparatur sipil negara untuk tidak aktif melakukan tindakan menguntungkan peserta pemilu tertentu.
Kepada masyarakat pemilih, Bawaslu mengajak untuk memperkuat hak pilih bagi penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan kalangan minoritas lainnya. "Pemenuhan hak politik minoritas diawali dengan kemampuan untuk pengetahuan terkait teknis kepemiluan Pemilu 2019 dan perhatian penuh terhadap kebijakan masa depan," kata Afif.
Sebelumnya, Bawaslu mencatat sebanyak 16 provinsi mempunyai skor indeks kerawanan pemilu tinggi. Dari 16 provinsi itu, Papua memiliki skor IKP tertinggi, yakni sebesar 55,08.
Provinsi lain yang skor IKP-nya lebih tinggi dari rata-rata skor nasional, yakni daerah itu adalah Aceh (50,27), Sumatera Barat (51,72), Kepulauan Riau (50,12), Jambi (50,17), Bengkulu (50,37), Banten (51,25), Jawa Barat (52,11), Jawa Tengah (51,14), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (52,67).
Kemudian, ada Kalimantan Utara dengan skor IKP 50,52, Kalimantan Timur dengan skor 49,69, NTT dengan skor 50,76, Sulawesi Utara dengan skor 49,64, Sulawesi Tengah dengan skor 49,76, dan Sulawesi Selatan dengan skor 50,84.