REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan perang diksi yang dilakukan oleh kedua calon presiden (capres) membuat aura pemilu menakutkan bagi masyarakat. Bawaslu mengimbau capres dan peserta pemilu lain memanfaatkan sisa masa kampanye dengan narasi yang positif.
"Memang kami mengkhawatirkan (perang diksi yang digunakan capres). Jangan sampai masyarakat itu menangkap bahwa pemilu ini menjadi ajang adu argumentasi negatif. Jadi ada aura negatif yang disampaikan dari peserta pemilu kepada pemilih," ujar Ratna ketika dihubungi, Selasa (9/4).
Ratna mengatakan, Bawaslu mengharapkan masa kampanye pemilu membuat suasana menyenangkan dan memotivasi masyarakat untuk mau datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada Rabu, 17 April nanti. Karena itu, kampanye sebaiknya disampaikan dengan narasi yang positif.
Ia mengatakan kampanye merupakan ruang yang memang disediakan oleh undang-undang untuk dimanfaatkan dengan kegiatan positif, membangun, dan memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. "Pemilu ini sebuah medium untuk memilih wakil rakyat, memilih pemimpin nasional yang menjalankan roda pemerintahan," jelas Ratna.
Sebelumnya, capres Prabowo Subianto dalam orasinya di kampanye Akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno mengungkapkan bahwa ibu pertiwi saat ini sedang sakit. Bahkan Prabowo menggunakan diksi 'diperkosa' untuk menggambarkan kondisi yang bangsa yang sedang tidak baik.
Tidak hanya itu, di kesempatan yang sama Prabowo juga menggunakan diksi 'ndasmu' untuk menunjukan kejengkelannya kepada narasi bahwa pertumbuhan ekonomi lima persen itu hebat. Tidak hanya Prabowo, diksi yang kasar juga disampaikan oleh capres Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanyenya. Jokowi menggunakan kata-kata sontoloyo dan genderuwo.