REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas bersama dengan sejumlah pendukung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 02 Prabowo Subianto-Salahuddin Uno menyampaikan sejumlah temuan 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah. Koordinator Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas Marwan Batubara mengungkapkan, berdasarkan hasil pengamatan pengecekan dan penelitian telah ditemukan adanya potensi kecurangan yang sangat besar.
"Ditemukannya data pemilih yang janggal dan tidak wajar, yakni pemilih dengan tanggal kelahiran 1 januari, 1 Juli dan 31 desember dalam jumlah yang sangat besar, masing-masing 2,3 juta, 9,8 juta dan 5,4 juta dengan total sekitar 17,5 juta," kata Marwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/4)
Marwan menuturkan, data yang tidak wajar tersebut berasal dari data yang invalid, data ganda, dan data yang tidak melalui proses coklit. Selain itu dugaan adanya duplikasi data Kartu Keluarga (KK) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) juga ditemukan.
"Ditemukan pula data KK yang manipulatif. Satu KK ada yang berisi ratusan hingga ribuan orang di Banyuwangi, Mengelang, dan lain-lain. Hal ini merupakan manipulasi serius yang melanggar Pasal 488 UU Pemilu Nomor 7/2017," kata Marwan.
Ia menambahkan, temuan DPT invalid tersebut terjadi di beberapa wilayah dengan konsentrasi jumlah kasus terbesar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, dan Yogyakarta. Oleh karena itu dalam kesempatan tersebut ia bersama pendukung 02 lainnya mengungkapkan empat poin tuntutan.
Empat poin tuntutan tersebut antara lain:
1. Memutuskan agar seluruh 17,5 juta DPT yang bermasalah segera dihapus dari DPT Pemilu 2019, dan dilakukan verifikasi ulang pada DPT bermasalah tersebut untuk dimasukkan dalam DPK (daftar pemilih khusus).
2. Memastikan TPS-TPS tambahan untuk disiapkan di Lapas, rumah sakit dan panti sosial bagi warga negara Indonesia. Pada saat yang sama memastikan bahwa data pemilih bagi yang pindah di TPS tambahan tersebut dicoret di alamat asalnya.
3. Untuk kepentingan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional dan dapat mengakomodasi berbagai perubahan pada butir 1 dan 2 di atas, terlebih dahulu perlu disiapkan payung hukum yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Meminta Komisi II DPR RI memanggil KPU untuk menjamin seesainya DPT final sebelum pemilu 2018, termasuk menyelenggarakan RDPU yang melibatkan para nara sumber dan pakar yang berbicara pada seminar.
Dewan Pembina BPN Prabowo-Sandi Amien Rais ikut mengkritisi KPU terkait temuan data invalid tersbut. Bahkan Amien juga menilai ada 'genderuwo' yang bersarang dalam sistem di KPU. Amien menilai itu sebagai potensi kecurangan dalam penghitungan suara.
"Saya bukan ahli IT, saya bukan ahli database, tetapi memang sering saya katakan bahwa memang ada genderuwonya itu," ucap Amien.
Ia juga menilai adanya potensi kecurangan tersebut berpotensi menciptakan pilpres kali ini chaos (rusuh). Oleh karena itu ia membantah bahwa langkah people power bukanlah untuk mendelegitimasi KPU.
"Dan kita seringkali dituduh melakukan upaya delegitimasi KPU. Sesungguhnya kita justru akan mengupayakan agar pemilunya itu legitimate, hasilnya legitimate, presiden dan wakil presiden legitimate," sebut Amien.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf, Arsul Sani menuturkan, bahwa langkah-langkah yang dilakukan BPN seperti tidak menunjukkan ketidakpercayaan diri untu memenangkan pemilu mendatang. Padahal menurutnya, persoalan tersebut bisa diselesaikan dari jauh hari.
"Ini kan kemarin terungkap, tetapi kemudian tenggelam, tentu yang kita tunggu adalah teman-teman BPN itu menyampaikan temuannya. Kan mereka berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu, itu apa hasilnya?," kata Sekjen PPP itu.