Rabu 10 Apr 2019 10:20 WIB

Mahfud MD Sebut KPU Sedang Didelegitimasi Banyak Pihak

Upaya-upaya ini terlihat semakin kuat menjelang pelaksanaan pencoblosan Pemilu 2019.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Ratna Puspita
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Mahfud MD.
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Profesor Mahfud MD mengatakan, sedang ada upaya mendelegitimasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Upaya-upaya ini terlihat semakin kuat menjelang pelaksanaan pencoblosan Pemilu 2019.

Menurut Mahfud, KPU telah dituduh melakukan kecurangan oleh sejumlah oknum, beberapa waktu terakhir. Ia mengatakan KPU telah didikte oleh kekuatan lain untuk memenangkan salah satu Calon Presiden (Capres) RI.

Baca Juga

"Percayalah, KPU independen sampai sekarang," kata Mahfud di GKB IV, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), belum lama ini.

Mahfud berpendapat, KPU tidak mungkin melakukan kecurangan sebagaimana dituduhkan beberapa oknum. Sebab, KPU memiliki tanggung jawab besar untuk menangani 800 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPU) seluruh Indonesia.

Apalagi, penghitungan suara rakyat masih menggunakan cara manual, bukan komputerisasi. "Bagaimana mau curang secara terstruktur? Itu enggak mungkin," terang pria yang juga ketua Gerakan Suluh Kebangsaan itu.

Menilik situasi ini, Mahfud mendorong KPU agar berani melawan tuduhan-tuduhan tersebut. KPU harus membuktikan tidak ada kecurangan saat Pemilu 2019.

Meski demikian, dia tak menampik, akan menemukan kecurangan-kecurangan kecil. "Ini harus tetap diantisipasi. Tidak hanya oleh KPU, tetapi juga Polisi, Bawaslu, dan kita semua," jelasnya.

Mahfud juga merencanakan akan mengunjungi Kantor KPU bersama tokoh bangsa lainnya dalam waktu dekat. Dia ingin menyampaikan dukungan agar KPU bisa melaksanakan tugasnya secara adil dan bermartabat. Apalagi saat ini KPU tengah didelegitimasi banyak pihak.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut Komisi Pemilihan Umum telah tiga kali diterpa isu hoaks. Tiga hoaks tersebut, yakni tujuh kontainer berisi surat suara tercoblos, pencoblosan surat suara di Sumatra Utara, dan server yang sudah diatur memenangkan calon tertentu. 

Dedi mengatakan, terdakwa kasus isu hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos, Bagus Bawana Putra, sedang disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, tiga tersangka lainnya yang berperan sebagai buzzer sedang disidang di Bogor (Jawa Barat), Brebes (Jawa Tengah) dan Kalimantan Timur.

"Yang kasus di Sumut, itu kejadian Pilkada awal 2018, tapi dibuat seolah-olah kejadian pencoblosan surat suara dilakukan sekarang," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (5/4).

Untuk kasus hoaks di Sumut, ada dua tersangka yang ditangkap di Jawa Barat dan sedang menjalani proses hukum di Polda Sumut. Sementara untuk kasus tuduhan server yang dikondisikan untuk memenangkan capres-cawapres tertentu, Ketua KPU Arief Budiman ke Bareskrim Polri sudah melaporkan tiga akun media sosial yang menyebarkan tuduhan tersebut.

 

Pada Senin (8/4), Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, polisi sudah menangkap dua tersangka berinsiial EW dan RD. EW ditangkap di Ciracas, Jakarta Timur pada Sabtu (6/4) lalu. Kemudian RD yang merupakan seorang ibu rumah tangga ditangkap di Lampung. 

Dedi mengatakan masih ada dua orang pelaku penyebar informasi hoaks soal server KPU yang saat ini masih berstatus buron (DPO). "Ada dua orang (yang masuk DPO)," ujar Dedi saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/4). 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement