REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehidupan Muslim di Jerman, termasuk di Berlin, mengalami pasang surut, bahkan pernah juga mengalami masa-masa kelam. Jilbab, misalnya, sempat dilarang karena dianggap sebagai simbol keagamaan. Sementara dalam bidang pendidikan tidak ada standar yang mengatur pendidikan keislaman.
Laman www.euroislam. com menyebut, tak ada keseragaman dalam kebijakan pendidikan agama di Jerman. Di Berlin sendiri, pendidikan agama di sekolah umum sifatnya tak tetap atau sukarela.
Hal ini tentu menjadi keprihatinan masyarakat Muslim. Tak mau tinggal diam, Federasi Islam Jerman berjuang memperbaiki keadaan. Alhamdulillah, setelah 20 tahun berjuang melalui jalur hukum, Federasi Islam Jerman memetik hasil menggembirakan.
Lembaga ini memenangkan hak untuk memberikan pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah umum. Pada musim gugur 2002, lembaga ini mulai mempergunakan hak itu dengan menjalankan pendidikan agama Islam di 20 sekolah umum Berlin.
Mudah diduga, tak semua warga Jerman setuju dengan apa yang dilakukan Federasi Islam Jerman. Ada saja suara sumbang, misalnya, yang menyebut federasi ini sebagai ekstremis Islam. Meski suara penolakan nyaring terdengar, lembaga ini tak surut langkah.
Mereka terus berjuang mengintegrasikan pelajaran agama Islam ke dalam kurikulum sekolah umum. Alasannya, cukup banyak sekolah yang mayoritas siswanya beragama Islam. Sebut saja misalnya, sebuah sekolah menengah di Distrik Neukölln yang 80 persen siswanya adalah Muslim.
Selain masuknya pendidikan agama Islam di sekolah umum, geliat Islam di Berlin juga tampak dari keberadaan puluhan masjid di kota ini. Setidaknya, terdapat 82 masjid dan Islamic Center di Berlin, meski separuhnya tak memiliki afiliasi pada asosiasi yang diakui pemerintah.
Tak hanya sebagai tempat shalat dan ke giatan keagamaan, banyak juga masjid di Berlin yang menjalankan fungsi sebagai tempat aktivitas sosial, misalnya, membuka kelas bahasa Jerman, pelatihan komputer, bahkan membe ri kan info kesempatan kerja bagi kaum wanita dan pemuda.