REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Serapan beras petani oleh Perum Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Barat (Jabar) di awal April ini masih rendah. Menurut Kepala Bulog Divre Jabar, Benhur Ngkaimi, hingga 9 April 2019 serapan beras baru mencapai 9 ribu ton. Padahal, target serapan beras Bulog Divre Jabar tahun ini dipatok sebesar 200 ribu ton.
Menurut Benhur, masih rendahnya serapan tersebut karena baru dimulai dua pekan lalu. Selain itu, seperti halnya tahun lalu, masa panen raya tahun ini kembali mundur.
"Cuaca hujan juga berpengaruh pada produksi beras," katanya.
Namun, kata Benhur, ia optimistis, target serapan beras tahun ini akan tercapai. Apalagi, periode panen raya sendiri diprediksi masih akan bergulir sampai Mei mendatang.
Untuk ketahanan pasokan beras sendiri, stok di gudang Bulog Divre Jabar mencapai 190 ribu ton. Stok tersebut dinilai mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sampai dengan akhir tahun.
"Rata-rata kebutuhan beras per bulannya mencapai sekitar 20 ribu ton. Jadi pasokannya mencukupi," kata Benhur.
Target serapan tahun ini, kata dia, turun dari dua tahun lalu, yang mencapai 450 ribu ton. Karena, saat ini tidak ada lagi penyaluran beras raskin. Serapan 200 ribu ton dialokasikan untuk kepentingan komersial dan stok ketahanan pangan.
Terkait masa panen raya yang bertepatan dengan musim hujan, menurut Benhur, memang menimbulkan kekhawatiran anjloknya kualitas yang akan berkorelasi dengan penurunan harga beras di tingkat petani. Sementara fasilitas mesin pengering (dryer) yang tersedia dinilai masih kurang.
"Kalau musim hujan begini kualitas beras berpotensi turun. Kalau kualitasnya tidak memenuhi standar, pasar tidak mau menyerap," kata Benhur seraya mengatakan Bulog juga tidak bisa menerima karena khawatir rusak saat penyimpanan.
Fasilitas mesin pengering di Bulog sendiri, kata dia, saat ini hanya berjumlah 11 unit, tersebar di Indramayu, Cirebon, Karawang, dan Subang. Kapasitasnya hanya 200 ton per hari, dengan estimasi satu mesin bisa mengeringkan maksimal 20 ton per hari.
"Kalau periode musim panen seperti ini kapasitasnya tidak mencukupi. Beras 200 ton itu setara dengan panen 40 hektar, sementara luas sawah di Jabar lebih dari 500 ribu hektar," paparnya.
Fasilitas dryer, kata dia, hanya perlu ditambah beberapa unit. Kebutuhan dryer terbesar justru di tingkat petani. Kalau musim panas, biasanya padi bisa kering dalam dua hari. Namun sekarang bisa sampai 4 sampai 5 hari. Jika lebih dari itu maka akan belum kering dan beras bisa rusak.
"Itulah kenapa kebutuhan dryer di tingkat petani lebih besar," katanya.