Rabu 10 Apr 2019 16:17 WIB

Muslimah Selandia Baru Luruskan Kesalapahaman Soal Hijab

Muslimah Selandia Baru menolak larangan mengenakan hijab.

Rep: Umi Nur Fadillah/ Red: Agung Sasongko
Muslim Selandia Baru saat melaksanakan Hari Raya Idul Fitri di Kota Hamilton.
Foto: http://www.indiannewslink.co.nz
Muslim Selandia Baru saat melaksanakan Hari Raya Idul Fitri di Kota Hamilton.

REPUBLIKA.CO.ID,WELLINGTON — Sekelompok wanita Muslim di Selandia Baru menjelaskan perihal salah kaprah pemaknaan berhijab. Para perempuan Muslim itu mengatakan berhijab bukan paksanaan seperti kesalahpahaman yang berkembang di dunia Barat.

Dilansir di Tvnz.co.nz pada Rabu (10/4), pascaserangan terorisme di dua masjid di Christchurch pada 15 Maret lalu, beredar foto Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern yang mengenakan jilbab. Ardern menyampaikan simpati dan belasungkawa terhadap keluarga korban penembakan dengan mengenakan jilbab.

Baca Juga

Kemudian, muncul gerakan sejumlah perempuan yang mengenakan jilbab, sebagai bentuk solidaritas untuk Muslim di Christchurch. Namun, tidak semua orang merasa nyaman dengan gerakan itu. Sejumlah pihak menyebut gerakan tersebut sebagai tokenisme, tetapi ada yang menganggapnya kontraproduktif.

Alasannya, beberapa negara memaksakan penggunaan jilbab, sehingga ada jutaan wanita yang tertindas. Di Iran misalnya, seorang wanita yang menolak mengenakan jilbab dapat dipenjara selama 20 tahun.

Ketiga perempuan Muslim itu mencoba menjelaskan pemaknaan berhijab. Masing-masing, dosen senior Universitas Teknologi Auckland (AUT) Amira Hassouna, koordinator proyek Latifa Daud, dan mahasiswa Universitas Auckland Zainab Baba. Mereka mengatakan banyak Muslim mengenakan jilbab karena memilih memakainya.

“Melihat tajuk berita dari waktu ke waktu, seringkali orang memilih (mengenakan jilbab), itu lah maksud Islam,” kata Zainab Baba.

Namun, dia menyayangkan banyak yang menganggap semua wanita Muslim dipaksa mengenakananya. Bahkan, beberapa membenarkan bahwa perempuan yang mengenakan jilbab dalam keadaan tertindas.

“Tapi, bagi banyak wanita Muslim, itu sebenarnya merupakan keputusan yang berdasarkan pemahaman (tentang Islam),” ujar Baba.

Baba mengatakan, sejumlah negara melarang penggunaan jilbab dengan alasan penindasan. Namun, hal itu dapat diartikan sama, ketika negara memaksa perempuan berhijab untuk melepas jilbabnya

“Mereka pikir, mereka memberi orang kebebasan, tetapi bagaimana dengan jutaan wanita yang benar-benar ingin mengenakan jilbab?” kata Baba

Dia meyakini ada kesalahpahaman ihwal makna berhijab sebenarnya. Jilbab bukan hanya sepotong kain yang dipakai di kepala perempuan Muslim. Namun, perempuan Muslim yang memilih mengenakan jilbab, hanya representasi dari agama Islam

Amira Hassouna dengan tegas menentang pemaksaan penggunaan dan larangan berhijab. “Saya memakai jilbab sekarang, adalah pilihan bebas saya. Saya merasa bebas untuk memakainya,” ujar dia.

Hassouna mengatakan, kitab suci umat Islam menginstruksikan kepada orang-orang beriman agar mengenakan jilbab.

Latifa Daud menjelaskan pilihan menggunakan jilbab adalah murni kebebasan ihwal bagaimana perempuan Muslim ingin mengekspresikan keyakinannya. “Seharusnya tidak ada perbedaan antara mereka yang memilih untuk mengenakan sesuatu pada pakaian mereka, kepala, atau apa pun itu,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement