Rabu 10 Apr 2019 16:39 WIB

Penjelasan Mahfud MD Soal Kecurangan di Pemilu

Mahfud menilai kecurangan pemilu biasanya terjadi secara sporadis.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menjawab pertanyaan awak media seusai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menjawab pertanyaan awak media seusai melakukan pertemuan di gedung KPK, Jakarta, Senin (25/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD berbicara soal potensi kecurangan pada pemilu. Mahfud mengatakan, kecurangan dalam pelaksanaan pemilu biasanya dilakukan secara sporadis. Kecurangan itu dilakukan oleh sejumlah oknum yang bermain-main di lapangan.

"Terjadinya kecurangan-kecurangan bersifat sporadis bukan terstruktur yang dilakukan oknum pemain di lapangan dan bersifat saling-silang," ujad Mahfud saat bertemu Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).

Baca Juga

Hal tersebut, kata dia, berdasarkan pengalamannya menjadi hakim MK yang menangani persoalan sengketa hasil pemungutan suara pemilu. Dia melanjutkan, kecurangan sporadis biasanya dilakukan oleh oknum yang bermain di lapangan, baik dari parpol atau orang-orang yang melakukan politik uang, pemborongan suara, perampasan kartu suara dan sebagainya.

"Sifatnya (kecurangan itu) horizontal. Mungkin juga terjari ketidaknetralan aparat di luar KPU atau mungkin bagian kecil KPU dan penggunaan instruksi pemerintah," tuturnya.

Lebih lanjut Mahfud menjelaskan tentang jaminan hukum dan kelembagaan KPU. Dia mengungkapkan ada empat dasar hukum yang menjamin KPU.  Pertama, kedudukan KPU berdasarkan UUD 1945 dan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, bersifat mandiri dan tidak bisa diintervensi, baik oleh sejumlah pihak atau oleh pemerintah. "Komisioner kpu bukan diangkat pemerintah melainkan dipilih DPR melalui panitia seleksi (pansel)," tutur dia.

Kedua, pada pemilu kali ini ada lembaga pengawas KPU sebagai penyelenggara pemilu. Pengawas ini sudah bersifat tegas dan tetap yakni Bawaslu, DKPP dan sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) dan kemudian berakhir di MK.

Ketiga, pemilu kali ini pengawasan bukan hanya dilakukan lembaga struktural di atas, tetapi dilakukan masyarakat secara bebas baik swasta, negara, ada lembaga survei yang bisa menjadi alat untuk mengontrol kinerja KPU. "Misalnya saja exit poll atau lembaga lain yang tidak dikendalikan KPU.

Keempat, penghitungan dan penetapan hasil pemilu tidak dilakukan dengan teknologi atau komputerisasi yang bisa dicurigai."Tidak mungkin program menghasilkan angka tertentu. Semuanya dihitung secara manual," tegas Mahfud.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement