REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty lnternational lndonesia Usman Hamid mengatakan 48 narapidana divonis mati di Indonesia pada 2018. Dari 48 vonis mati pada tahun 2018, 39 di antaranya untuk kejahatan narkoba.
"15 di antaranya adalah warga negara asing; delapan pembunuhan dan satu terorisme, ujar Usman Hamid dalam diskusi saat peluncuran laporan Amnesti Internasional tentang hukuman dan eksekusi mati 2018 di Jakarta, Rabu (10/4).
Sebagai perbandingan, lanjut Usman, pada tahun sebelumnya ada 47 vonis mati baru dijatuhkan untuk terpidana di Indonesia, 33 vonis untuk kasus narkoba dan 14 untuk kasus pembunuhan. Sepuluh di antaranya dikenakan pada warga negara asing.
Artinya, ia mengatakan, meski ada sedikit penurunan jumlah vonis mati dan moratorium eksekusi, hukuman mati tetap dijatuhkan oleh sistem peradilan. Hal ini terutama karena tersedianya pasal-pasal hukuman mati di peraturan perundang-undangan.
Ia mengatakan hal ini menggarisbawahi pentingnya perubahan perundang-undangan, yang mana DPR dapat menjadi champion-nya.
Selain itu, ia mengatakan penjatuhan vonis mati pada warga negara asing juga dapat berpotensi menimbulkan masalah diplomatik. Hal ini mulai sulitnya membebaskan warga negara Indonesia yang saat ini menghadapi tuntutan dan vonis hukuman mati, hingga tuduhan bahwa Indonesia menerapkan standar ganda.
Dalam laporan global terbarunya, Amnesty International mencatat setidaknya terdapat 308 orang narapidana mati hingga akhir 2018. Sementara Amnesty International juga mencatat setidaknya ada dua warga negara Indonesia di luar negeri yang dieksekusi mati pada tahun 2018.
Mereka adalah Muhammad Zaini Misrin dan Tuti Tursilawati. Keduanya dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi dan mendapat penolakan keras dari masyarakat sipil Indonesia.
Menghapuskan hukuman mati bisa mempermudah upaya diplomasi Indonesia di forum internasional untuk menyelamatkan kurang lebih 188 warga negara Indonesia yang saat ini menjadi terpidana mati di luar negeri.
"Bagaimana Indonesia dapat meyakinkan negara lain untuk mengampuni warganya agar bebas dari jeratan hukuman mati di luar negeri jika masih memiliki peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar peradilan untuk mempraktikkan hukuman yang tidak manusiawi ini di dalam negerinya sendiri?," ujar Usman Hamid.