REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti politik dari Explosit Strategic Arif Susanto mengungkapkan jika persaingan politik dalam Pemilu serentak, baik Pilpres dan Pileg dinilai telah menghasilkan polarisasi yang kuat. Dia mengatakan, perkubuan politik itu mengarah pada relasi tidak sehat antar-pendukung, dan bahkan relasi cenderung predatorik antar-Caleg.
"Akibat polarisasi itu, muncul pengungkapan skandal para caleg yang lebih dimaksudkan untuk menjatuhkan lawan ketimbang untuk memberi informasi lebih utuh tentang caleg kepada calon pemilih," kata Arif Susanto dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (11/4).
Arif mengimbau pemilih agar lebih cerdas dalam memilih caleg di pemilu 2019. Dia meminta masyarakat untuk mencari tahu rekam jejak seorang caleg. Dia mengatakan, investigasi akan rekam jekan seorang caleg menjadi syarat penting bagi seorang pemilih cerdas.
"Pemilih cerdas mengambil putusan berdasarkan pertimbangan atas informasi yang dimilikinya," tambahnya.
Menurut Arif, sejumlah skandal pribadi caleg beredar di media sosial. Terakhir, dia melanjutkan, media sosial dihebohkan dengan foto-foto mesum caleg partai Demokrat berinisial FH, dan juga skandal yang melibatkan keluarga caleg partai gerindra berinisial S.
"Tak hanya skandal pribadi, sejumlah kasus korupsi yang melibatkan caleg juga menjadi sorotan masyarakat," katanya.
Arif berpendapat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya mendorong mekanisme agar para caleg mengembangkan transparansi. Dia mengungkapkan, misalnya saja bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengumumkan laporan harta kekayaan negara.
Arif mengatakan, para caleg juga perlu melibatkan diri bersama publik dalam model-model kampanye dialogis sekaligus kritis. Dia melanjutkan, para caleg dapat memanfaatkan media massa dan media sosial sebagai medium komunikasi politik berjangkauan luas.
Menurut arif, semakin informatif maka akan semakin mungkin seorang calon pemilih dapat membuat pilihan cerdas. Dia mengatakan, secara akumulatif pilihan cerdas itu akan memberi pengaruh besar terhadap kebaikan bersama.
Di sisi lain, dia menambahkan, caleg juga berkepentingan agar calon pemilih semakin cerdas. Sebab, lanjut dia, pemilih cerdas akan mengharapkan tawaran program bagus dan bersedia melakukan dialog kritis dengan para caleg.
"Model komunikasi politik semacam ini dapat mengurangi biaya kampanye dan berpeluang mendekatkan caleg dengan publik pemilih," katanya.