Kamis 11 Apr 2019 14:37 WIB

Kalangan Milenial Israel di Balik Kemenangan Netanyahu

Sebagian besar kalangan milenial Israel mendukung partai sayap kanan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan ke pendukungnya setelah pemilu berakhir di Tel Aviv, Israel, Rabu (10/4).
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan ke pendukungnya setelah pemilu berakhir di Tel Aviv, Israel, Rabu (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Partai sayap kanan Israel, Likud Party, telah memenangkan pemilu parlemen Israel (Knesset) yang digelar pada Selasa (9/4). Dengan kemenangan itu Benjamin Netanyahu mengamankan posisinya sebagai perdana menteri Israel untuk kelima kalinya.

Kemenangan Likud Party dalam pemilu Israel tentu menunjukkan bahwa masyarakat Israel masih mendukung ideologi dan visi partai sayap kanan. Dukungan itu terutama berasal dari kalangan milenial di negara tersebut.

Baca Juga

Menurut Indeks Demokrasi Israel 2018 (sebuah studi tahunan yang dilakukan Institut Demokrasi Israel, lembaga riset nonpartisan), sekitar 64 persen orang Yahudi Israel berusia 18-34 tahun diidentifikasi sebagai pendukung sayap kanan, dibandingkan dengan 47 persen dari mereka yang berusia 35 tahun ke atas.

Sepekan sebelum pemilu Israel digelar pada Selasa lalu, Institut Demokrasi Israel kembali melakukan survei. Hasilnya, 65 persen orang Yahudi Israel berusia 18-24 tahun dan 53 persen dari mereka yang berusia 25-34 tahun, menginginkan Netanyahu kembali menjabat sebagai perdana menteri.

Sementara 17 persen dan 33 persen dari masing-masing kategori tadi lebih memilih pemimpin aliansi politik Biru Putih (Kahol Lavan) Benny Gantz, pesaing utama Netanyahu pada pemilu lalu, untuk mengisi kursi perdana menteri. Co-editor Indeks Demokrasi Israel Tamar Hermann mengungkapkan terdapat dua teori yang dapat ditawarkan untuk menganalisis tren perihal banyaknya generasi muda Israel memutuskan mendukung pandangan atau ideologi partai sayap kanan.

"Teori pertama mengatakan, ketika Anda disosialisasikan secara politis, antara 18 hingga 34 tahun, maka ia akan tetap bersama Anda sepanjang hidup Anda. Teori lainnya mengatakan bahwa pandangan politik Anda berubah seiring bertambahnya usia dalam arah tertentu; orang menjadi lebih enteng dengan bertambahnya usia," kata Hermann, dikutip laman the Times of Israel, Kamis (11/4).

"Saya tidak bisa memberitahu Anda apakah mereka lebih ke kanan karena orang muda cenderung lebih radikal, dan tentu saja (partai) kiri (di Israel) sekarang tidak menawarkan pandangan dunia sayap kiri radikal, atau karena mereka masih muda dan ini akan berubah," ujarnya.

Generasi milenial Israel tumbuh selama peristiwa intifada (sebuah gerakan perlawanan rakyat Palestina atas pendudukan Israel) kedua. Ratusan warga Israel terbunuh akibat aksi bom bunuh diri.

Generasi muda Israel tak merasakan spirit Perjanjian Oslo yang mengakhiri intifada pertama pada era 1990-an awal. Pelepasan Gaza pada 2005, yang terjadi ketika generasi milenial Israel berusia antara 4 hingga 20 tahun diyakini menjadi puncak mengapa banyak dari mereka mendukung ideologi sayap kanan.

Penyerahan kendali atas Gaza menyebabkan banyak pemuda Yahudi Israel membenci pemimpin yang bersedia menyerahkan tanah yang telah di bawah kendali Tel Aviv. Karena beberapa dari kelompok tersebut telah berdinas di militer. Serangkaian pertempuran yang berlangsung di Gaza kian memperkuat sentimen mereka terhadap pemimpin yang lunak.

"Mereka lahir setelah proses Oslo dimulai, mereka terdampak pertumpahan darah selama intifada kedua, mereka datang tepat setelah dinas militer," ujar Hermann.

Jika berangkat dari teori tersebut, memang tak mengherankan jika Netanyahu berhasil merebut suara kaum milenial Israel. Hal itu mengingat janji yang ditawarkan Netanyahu selama kampanye, salah satunya adalah menganeksasi Tepi Barat dan memperluas proyek permukiman Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki tersebut.

Selain faktor tersebut, Netanyahu dianggap piawai memikat generasi muda Israel melalui caranya berkomunikasi. Netanyahu dikenal tak terlalu kerasan untuk berbicara panjang lebar dengan pers Israel. Sebagai gantinya, dia aktif mengungkap kegiatan dan kebijakannya melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter.

Media sosial telah identik dan lekat dengan generasi milenial. "Bibi (sapaan Netanyahu) membenci wawancara dan dia lebih suka memiliki narasi yang sepenuhnya terkontrol, itulah sebabnya dia menggunakan media sosial dengan antusias," kata seorang analis politik Israel Dahlia Scheindlin.

Menurut Scheindlin, kendati aktif bermedia sosial, Netanyahu tetap memperhatikan dan menjaga tuturannya. "Setiap kata diukur. Dua penasihat terdekatnya adalah penasihat media sosialnya. Begitu banyak kepribadiannya di media sosial," ucapnya.

Jadi, apakah dapat disimpulkan bahwa generasi muda Israel memang telah mempercayakan setiap kebijakan politik negara kepada partai sayap kanan? Scheindlin menilai, masih memerlukan beberapa waktu untuk menjawab pertanyaan itu. Namun untuk saat ini, dia berpendapat bahwa aman untuk mengasumsikan bahwa sayap kanan Israel memiliki kaum muda di sisinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement