REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK mengajukan banding terhadap vonis yang dijatuhkan terhadap Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf. Irwandi sebelumnya telah divonis 7 tahun penjara dalam kasus penerimaan suap dan gratifikasi.
"Kami memutuskan mengajukan banding terhadap vonis Irwandi," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (12/4).
Pada Senin (8/4) Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis kepada Irwandi Yusuf selama 7 tahun tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Irwandi dinilai terbukti dalam dua dakwaan yaitu pertama menerima suap sebesar Rp 1,05 miliar terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dan menerima gratifikasi senilai Rp 8,717 miliar.
Tetapi, hakim menilai dakwaan ketiga JPU KPK yaitu penerimaan gratifikasi senilai Rp 32,454 miliar untuk Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh tahun 2007-2012 bersama-sama dengan Izil Azhar alias Ayah Marine yang merupakan orang kepercayaan Irwandi dan tim sukses Pilkada Aceh 2017 dari Board of Management (BOM) Nindya Sejati Joint Operation (JO) tidak terbukti.
"Alasan mengajukan banding karena ada pertimbangan hakim yang tidak sependapat dengan analisis yuridis JPU, khususnya dakwaan ketiga; kalau dakwaan kesatu dan kedua memang analisa yuridis JPU sudah diakomodasi hakim," tambah jaksa Ali.
Alasan hakim menolak dakwaan ketiga terhadap Irwandi adalah karena JPU tidak menghadirkan Izil Azhar alias Ayah Merin sebagai saksi. Izil Azhar sendiri statusnya masih masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), menurut Irwandi, Izil Azhar baru akan menyerahkan diri ke KPK bila mendapat izin dari panglima GAM.
"Pencarian Izil Azhar sedang diupayakan oleh penyidik KPK," ungkap jaksa Ali.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Irwandi divonis 10 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dakwaan pertama, Irwandi terbukti bersama salah satu tim sukses Irwandi dalam Pilkada Gubernur Aceh 2012 Teuku Saiful Bahri dan asisten pribadi Irwandi, Hendri Yuzal menerima suap sebesar Rp 1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Pemberian itu dimaksudkan agar Irwandi melalui Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) provinsi Aceh memberikan persetujuan terkai usulan Ahmadi agar kontraktor ataru rekanan dari kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program pembangunan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 di Kabupaten Bener Meriah. Dalam dakwaan kedua, Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh masa jabatan 2017-2022 menerima gratifikasi berupa hadiah dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 8,717 miliar.
Sejak 8 Mei 2017 sampai Juli 2018, Irwandi menerima gratifikasi berupa uang. Yaitu pertama, mulai November 2018-Mei 2018 menerima uang melalui rekening atas nama Muklis di bank Mandiri sebesar Rp 4,42 miliar dengan cara Muklis menyerahkan kartu ATM beserta nomor PIN kepada kepada Irwandi di rumah pribadinya.
Kedua, sekitar Oktober 2017 sampai Januari 2018 menerima uang melalui Fenny Steffy Burase sebesar Rp 568,08 juta dari Teuku Fadhilatul Amri setelah mendapat perintah untuk melakukan transfer dari Teuku Saiful Bahri (salah satu tim sukses Pilkada Aceh 2017) di rumahnya di Aceh.
Ketiga, pada April-Juni 2018, Nizarli selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) provinsi Aceh merangkap Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah provinsi Aceh menerima uang dengan nilai total Rp 3,729 miliar dari tim sukses Irwandi yang akan mengikuti paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkung pemerintah provinsi Aceh yang diterimakan oleh Erdiansyah.