REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Letnan Jenderal Abdel Fattah Burhan pada Jumat (12/4) menjadi Kepala baru Dewan Peralihan Militer di Sudan, yang telah diguncang kudeta militer. Pada Jumat pagi, Menteri Pertahanan Ahmed Awad ibn Auf mengumumkan pengunduran dirinya dari dewan tersebut.
Pengumuman itu ditayangkan stasiun televisi. Dia mengangkat Burhan sebagai penggantinya. Tindakan tersebut dilakukan kurang dari 24 jam setelah militer merebut kekuasaan di Sudan.
Meskipun ada pengumuman larangan orang keluar rumah pada Kamis, ribuan pemrotes berkumpul di jalan-jalan Ibu Kota Sudan, Khartoum, termasuk di dekat Markas Kepala Staf Gabungan, kata Kantor Berita Turki, Anadolu. Mereka menyerukan pengunduran diri ibn Auf dan mereka yang berafiliasi pada Omar Al-Bashir, yang lama menjadi presiden Sudan dan meletakkan jabatan setelah kudeta militer.
Di dalam satu pernyataan tertulis, perhimpunan serikat pekerja perdagangan mengatakan pemrotes takkan mundur tanpa "sepenuhnya menggulingkan rezim" dan sampai "pemerintah peralihan sipil" mengambil-alih. Pada 11 April, ibn Auf mengatakan militer telah merebut kekuasaan dan mengumumkan masa peralihan dua-tahun.
Jutaan orang turun ke jalan pada Jumat untuk merayakan, setelah ibn Auf mengumumkan bahwa ia mundur dari jabatan. "Untuk menjamin keutuhan sistem keamanan, dan khususnya Angkatan Bersenjata, dari keretakan dan pergolakan, dan memohon kepada Tuhan, marilah kita mulai jalan perubahan ini," kata ibn Auf.
Rashid Saeed, Juru Bicara kelompok utama pemrotes dari Perhimpunan Profesional Sudan (SPA), menyambut baik tindakan ibn Auf. Dewan Militer sebelumnya mengatakan dewan itu memperkirakan peralihan pra-pemilihan umum akan berlangsung, paling lama dua tahun atau kurang jika kekacauan bisa dihindari.
Kepala Komite Politik Dewan Militer Omar Zain Al-Abideen juga mengatakan Dewan tersebut akan mengadakan dialog dengan partai politik. Pengumuman mengenai pemerintah sipil masa depan tampaknya bertujuan meyakinkan kembali pemrotes yang telah mendesak selama berbulan-bulan untuk pelengseran Al-Bashir.
Tapi SPA menolak dan mengatakan Dewan Militer "tak mampu menciptakan perubahan". Di dalam satu pernyataan, kelompok itu kembali menyampaikan tuntutannya agar kekuasaan diserahkan secepatnya kepada "pemerintah peralihan sipil".
Al-Bashir (75), yang juga merebut kekuasaan dalam kudeta militer pada 1989, telah menghadapi demonstrasi selama 16 pekan, yang dipicu oleh kenaikan harga makanan, tingginya angka pengangguran dan meningkatnya penindasan selama tiga dasawarsa pemerintah otoriternya. Pemrotes memenuhi jalan di sekitar Kementerian Pertahanan untuk shalat Jumat. Mereka melaksanakan seruan SPA untuk menantang Dewan Militer. Jumlah pemrotes terus membengkak pada siang hari dan seorang saksi mata Reuters memperkirakan jumlah pemrotes ratusan ribu orang. Mereka memenuhi daerah di sekeliling kementerian tersebut yang dijaga oleh tentara.