REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jakarta Islamic Centre (JIC) akan mengadakan kegiatan Diklat Kuantum Jodoh. “Kegiatan itu akan digelar di JIC, Jakarta, Ahad (28/4),” kata Kepala Sekretariat JIC, Ahmad Juhandi, melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (13/4).
Apa itu Kuantum Jodoh? Sang inovator kuantum jodoh, yang juga sebagai kepala Divisi Pengkajian dan Pendidikan Jakarta Islamic Centre (JIC), KH Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan, "Sedikitnya ada tiga hal yang Allah SWT rahasiakan dari manusia, yaitu rezeki, jodoh, dan kematian. Tidak ada seorang manusia pun yang tahu seberapa besar dan kecilnya rezeki yang dia dapatkan selama dia hidup di dunia. Tidak ada seorang manusia pun yang tahu dengan siapa dia akan menikah. Dan, tidak pula ada seorang manusia pun yang tahu kapan dan di mana dia mati."
"Namun, walau rezeki menjadi rahasia Allah SWT, umumnya manusia sangat serius mengejarnya, merencanakannya dengan matang, dan menjalaninya dengan tekun. Berpegang pendapat bahwa umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar penghasilannya, ditempuhlah pendidikan mulai dari PAUD, TK, SD, sampai ke perguruan tinggi. Dengan kata lain, untuk rezeki, manusia membuat tempat pendidikannya, membuat madrasahnya," lanjut Kiki.
Seharusnya, kata Kiki, hal yang demikian ini dilakukan pula untuk jodoh dan kematian yang sama misteriusnya dengan rezeki. “Sayangnya, kebanyakan manusia di Indonesia tidak memandang penting urusan jodoh dan kematian. Maka, nyaris tidak dikenal adanya madrasah jodoh dan madrasah kematian di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut Kiki menjelaskan, "Khusus tentang jodoh, ada pernyataan yang populer yang disampaikan oleh para lajang, ‘Jodoh urusan nanti lah, bagaimana nanti Tuhan yang kasih.’ Pernyataan yang fatalistik, khas kaum Jabariyah ini, memang cukup ampuh sebagai senjata kaum lajang yang tengah sibuk mengejar rezeki untuk ‘melawan’ pertanyaan ‘kapan nikah?’ dari keluarga, kerabat, atau teman-temannya. Dari pengalaman saya mengelola komunitas taaruf, perlawanan lewat kalimat tersebut tentu hanya sementara, terutama untuk kaum hawa."
Ia mengemukakan, bagi kaum hawa yang lajang, ketika usia sudah kepala tiga lebih, walau pekerjaan sudah mapan, karir sudah lumayan, dan penghasilan lebih dari cukup, muncul kecemasan mengenai jodoh yang tidak kunjung datang. Desakan "kapan nikah?" bukan lagi datang dari luar, melainkan dari diri sendiri. Apalagi, ketika melihat kawan-kawan seusianya sudah menikah dan mempunyai anak. Juga bukan saja terhenti di pertanyaan "kapan nikah", melainkan juga pertanyaan "menikah dengan siapa?"
“Dua pertanyaan ini, kapan dan siapa, tidak jarang menjadi gangguan harian bagi sebagian kaum hawa yang lajang yang terbawa sampai menjadi penyakit psikis tersendiri, walau dalam kadar yang belum membahayakan," tegas Kiki.
Kiki menyebutkan, agar terlepas dari desakan dan gangguan tersebut, tanpa bimbingan dan bekal agama yang kuat, ada sebagian kaum lajang, terutama dari kaum hawa, yang akhirnya mengambil jalan pintas, jalan yang instan.
“Tanpa melalui cara dan tahapan yang benar menurut syariat Islam dan tanpa memandang lagi kualitas keislaman, keimanan, dan kepribadian calon pasangannya, mereka pun menikah. Bahkan, celakanya, ada pula yang menikah dengan non- Muslim. Maka, wajar jika cekcok rumah tangga terjadi dari orang-orang yang mengambil jalan pintas dan instan ini yang berujung pada perceraian,” ungkapnya.
Berangkat dari permasalahan tersebut, kata Kiki, JIC menggelar Diklat Kuantum Jodoh. “Diklat dan metode Kuantum Jodoh telah dirintis dan dikembangkan sejak tahun 2010. Sampai saat ini, metode Kuantum Jodoh telah banyak menjadikan pesertanya berhasil mendapatkan jodoh dan menikah.Teori dan metode Kuantum Jodoh memiliki motto: "Jodohmu Ada di Dalam Dirimu", yang terinspirasi atau bersumber dari QS An Naba ayat 8,” paparnya.