REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dalam mengekspresikan Alquran, masyarakat pesisir merenungkan ayat-ayatnya. Misalnya, ketika membaca dan memahami ayat al-Ma'un, masyarakat mengekspresikan dengan membangun panti asuhan untuk yatim piatu.
Sementara, ekspresi melalui artefak terdapat beberapa jangkak (rehal), suding, dan lainnya yang mengidentifikasi model pembelajaran khas Nusantara. Seni diekspresikan melalui kaligrafi dan hiasan pada dinding makam.
Ekspresi melalui karya tulis juga terdapat dalam seiauh yang ditemukan di pesisir seperti Mushaf Srimpet karya Raden Nor Rahmat, kitab Layang Ambiya' yang dinisbatkan kepada Raden Qosim, Mushaf Alquran kuno di situs Giri Gajah Gresik dan mushaf kuno di museum Sunan Draiat Lamongan.
Kemudian, ekspresi berupa ritual bisa dilihat dari ritual pembacaan ratibul haddad di beberapa pesantren pesisiran. Semuanya menggambarkan bahwa Alquran tidak hanya sebagai kitab yang dibaca, namun juga dipahami, diamalkan, dan diekspresikan dalam bentuk realitas.
Ekspresi-ekspresi tersebut ditangkap dalam penelitian ini melalui studi kasus di pesantren, terkhusus Lamongan dan Gresik. Ahli tafsir dari Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Mustaqim, mengatakan, buku ini menjadi salah satu upaya meneruskan kajian yang pernah dirintis oleh Martin Van Bruinessen, Ho ward F Federspiel, Anthoni H John, dan lainnya.
Menurut dia, perpaduan sejarah sosial dan studi kitab suci menjadi perspektif yang tidak banyak dilakukan oleh sarjana ilmu Alquran dan tafsir. Penelitian ini menunjukkan bahwa kajian Alquran tidak hanya meliputi apa yang ada di dalam teks (nas), namun juga keseluruhan konteks yang ada di sekitar teks, yang selalu dinamis dan variatif, kata Mustaqim.
DATA BUKU:
Judul:
Tradisi Al-Qur'an di Pesisir: Jaringan Kiai dalam Transmisi Tradisi Al-Qur'an di Gerbang Islam Tanah Jawa
Pengantar: Ahmad Rafiq
Penerbit: Nurmahera
Tahun Terbit: 2017
Tebal: 266 halaman