REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochammad Afifuddin, mengingatkan semua pihak agar tidak menghalangi pemilih menggunakan hak pilihnya pada saat pemungutan suara, Rabu (17/4). Pasalnya, tindakan menghalangi tersebut bisa dipidana sebagaimana diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
"Kami mengimbau semua pihak tidak boleh melakukan tindakan intimidatif yang menghalangi pemilih menggunakan hak pilihnya karena hal tersebut sudah merupakan tindak pidana," ujar Afif ketika dikonfirmasi wartawan, Senin (15/4).
Larangan tersebut diatur dalam Pasal 531 UU Pemilu yang menyebutkan setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan dan atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketentraman pelaksanaan pemungutan suara atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00.
Afif melanjutkan, intimidasi pada saat pemungutan suara juga bisa dilakukan dengan cara memberi uang atau materi lain kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu. Menurut Afif, hal tersebut juga bisa dipidana sebagai diatur dalam Pasal 515 UU Pemilu.
"Pidananya bisa penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta bagi setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya agar pemilih tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu pada saat pemungutan suara," ungkapnya.
Afif mengharapkan semua pihak bisa menciptakan situasi yang aman, nyaman dan penuh kegembiraaan di TPS sehingga pemilih bisa menggunakan hak pilihnya dengan bebas dan tanpa tekanan. "Setiap orang boleh berpartisipasi mengawasi jalannya pemungutan suara, tetapi kehadirannya di sekitar TPS tidak boleh mengganggu, apalagi melakukan intimidasi pemilih," tambahnya.