REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penduduk yang bukan beragama Islam dikelompokkan dalam millet atau “bangsa” menurut agamanya. Masing-masing dipimpin kepala agamanya, sehingga millet Yunani dipimpin patriark Ortodoks, bangsa Armenia dipimpin patriark Gregorian, dan Yahudi dipimpin kepala rabi.
Kewenangan yang diberikan Fatih, John Freely dalam Istanbul: The Imperial City, tak hanya untuk urusan keagamaan. Tapi, juga pada sebagian besar masalah hukum selain kasus kriminalitas yang harus ditangani hakim-hakim sang sultan. Dan, sistem millet yang dilanjutkan penerus Fatih sampai akhir Kesaisaran Utsmani menjadi sebuah alat dalam kebijakan pemerintah. “Sesuatu yang berjalan dengan baik dalam Negara Utsmani yang berkarakter multietnis,” kata Freely.
Tak lama setelah penaklukan, Fatih membangun sebuah benteng dalam Gerbang Emas bernama Yedikule, Puri Tujuh Menara. Pada akhir 1453 M, ia pun memindahkan istananya dari Edirne ke Istanbul.
Saat itu, dia membangun sebuah istana di Bukit Ketiga yang digambarkan sebagai “lokasi terindah di kota”. Istana ini kemudian dikenal sebagai Eski Saray, Istana Tua. Sebab, enam tahun kemudian Fatih memutuskan untuk membangun sebuah istana baru di Bukit Pertama, Topkapi Saray yang terkenal.
Atas desakannya, sejumlah wazir pun mendirikan kompleks masjid kota itu yang tigadi antaranya masih berfungsi. Kota Turki baru, Istanbul, berkembang di sekeliling kompleks-kompleks masjid yang dibangun sang sultan dan para wazirnya—perkembangan yang berlanjut pada zaman penerus Fatih.
Fatih juga mendirikan Kapali Carsi atau Bazar Tertutup, sebuah pasar raksasa di Bukit Ketiga di dekat Beyazit Meydani. Di sekeliling Kapali Carsi terhampar han besar atau caravanserai, di mana para pedagang Utsmani membawa barang dagangan mereka di toko-toko berkubah yang masih memenuhi gang beratap dari labirin yang luas ini. Ini adalah jantung perdagangan Istanbul pada masa pemerintahan Fatih dan masih bertahan hingga kini.