Senin 15 Apr 2019 16:49 WIB

Anak-Anak Terlibat Penganiayaan Pontianak Terima Ancaman

Ancaman mencapai ribuan dari perpesanan instan dan media sosial.

Tiga dari 12 siswi SMU yang diduga menjadi pelaku dan saksi dalam kasus penganiayaan siswi SMP berinisial AU (14) berdiskusi dengan kerabat (kanan atas) di sela jumpa pers yang digelar di Mapolresta Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Tiga dari 12 siswi SMU yang diduga menjadi pelaku dan saksi dalam kasus penganiayaan siswi SMP berinisial AU (14) berdiskusi dengan kerabat (kanan atas) di sela jumpa pers yang digelar di Mapolresta Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan beberapa anak yang terlibat dalam kasus penganiayaan antaranak di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, mendapatkan pesan bernada ancaman. Pesan didapat melalui aplikasi perpesanan instan dan media sosial.

"Salah satu anak yang tidak ada di lokasi kejadian juga mendapatkan ribuan pesan bermuatan ancaman dari pihak yang tidak dikenal," kata Susanto melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (15/4).

Baca Juga

Susanto meminta masyarakat untuk tidak melakukan tindakan terpuji tersebut. Masyarakat diminta memberikan dukungan moral agar anak-anak tersebut bisa segera kembali nyaman bersekolah.

Segala bentuk hujatan dan ancaman, baik kepada anak korban, anak saksi maupun anak pelaku harus segera dihentikan demi kepentingan terbaik pihak-pihak terlibat yang masih anak-anak. "Kita hormati proses hukum yang sedang berjalan. KPAI terus melakukan pengawasan agar proses hukum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak," tuturnya.

 

Susanto meminta masyarakat di seluruh Indonesia untuk menahan diri serta bersikap arif dan bijaksana dalam menyikapi kasus tersebut. "Kami mengimbau masyarakat luas, warganet dan semua pihak tidak membangun narasi-narasi dan menyampaikan informasi yang tidak tepat," katanya.

Susanto mengatakan narasi-narasi dan informasi tidak tepat yang bertebaran di media sosial dapat mengganggu proses penanganan dan proses hukum kasus yang sedang ditangani.

Sebelumnya, kasus kekerasan terhadap seorang siswi SMP oleh 3 siswa SMA di Pontianak terjadi berawal dari saling sindir di media sosial karena hubungan asmara salah satu pelaku dengan saudara korban.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement