Senin 15 Apr 2019 16:52 WIB

KPU Tunggu Rekomendasi Soal Pencoblosan Ulang di Sydney

Banyak WNI yang tidak bisa menggunakan hak pilih karena keterbatasan waktu

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Komisioner KPU, Ilham Saputra
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Komisioner KPU, Ilham Saputra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ilham Saputra, mengatakan masih menunggu rekomendasi dari Panwaslu Luar Negeri di Sydney, Australia terkait persoalan pemungutan suara di Sydney. Pasalnya, masih banyak WNI yang tidak bisa menggunakan hak pilih karena keterbatasan waktu pemungutan suara.

Ilham mengatakan KPU menunggu rekomendasi terkait apakah diperbolehkan melakukan pemungutan suara ulang (PSU) atau tidak. "Terkait permintaan pemungutan suara susulan, kami harus menunggu rekomendasi resmi dari Bawaslu," ujar Ilham ketika dijumpai di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/4).

Ilham mengatakan KPU akan menjalankan rekomendasi dari Panwaslu yang ikut mengawasi jalannya pemilu di Sydney. Jika mereka merekomendasikan pemungutan suara ulang atau susulan, maka Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Sydney harus menjalankan rekomendasi tersebut.

"Penyelenggara di Sydney kan ada PPLN dan Panwaslu sana. Nah, kalau Panwaslu sana menggangap memang ada pelanggaran atau hal harus direkomendasi untuk pemungutan susulan, maka kami harus menjalankan gitu," tegasnya.

Lebih lanjut, Ilham mengatakan KPU juga masih menunggu laporan resmi dari PPLN terkait kejadian sebenarnya di Sydney. Namun, dia meminta publik tidak menggeneralisasi bahwa kejadian tersebut terjadi untuk Australia secara keseluruhan.

"Kami masih menunggu laporan remsi dari PPLN sana, bagaimana kejadian sebenarnya? Karena sekarang seakan-akan salah PPLN gitu," kata dia.

Sebagaimana diketahui, beredar sebuah petisi di media sosial yang meminta agar dilakukan "Pemilu Ulang Pilpres di Sydney Australia". Dalam pemilihan yang dilaksanakan pada Sabtu 13 April 2019 di Sydney, ratusan warga negara Indonesia (WNI) yang mempunyai hak pilih tidak diizinkan melakukan memberikan suaranya, padahal sejak siang sudah mengantre panjang di depan TPS Townhall.

"Ratusan orang (yang) sudah mengantre sekitar dua jam tidak dapat melakukan hak dan kewajibannya untuk memilih karena PPLN dengan sengaja menutup TPS tepat jam 18.00 tanpa menghiraukan ratusan pemilih yang mengantre di luar. Untuk itulah komunitas masyarakat Indonesia menuntut pemilu ulang 2019 di Sydney Australia," tulis petisi tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement