Senin 15 Apr 2019 18:08 WIB

Partai Mantan Presiden Sudan Dilarang Ikut Transisi

Partai mantan presiden Sudan harus menunggu pemilihan nasional untuk berkuasa lagi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perempuan Sudan bergabung dalam protes antipemerintah di Khartoum, Sudan, 18 Januari 2019.
Foto: REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah
Perempuan Sudan bergabung dalam protes antipemerintah di Khartoum, Sudan, 18 Januari 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM – Dewan militer transisi Sudan melarang partai mantan presiden Omar al-Bashir berpartisipasi dalam proses peralihan kekuasaan di negara tersebut. Hal itu sejalan dengan seruan serta tuntutan rakyat Sudan.

“Mantan Partai Kongres Nasional (NCP) yang berkuasa tidak akan berpartisipasi dalam pemerintahan transisi apa pun,” ujar juru bicara dewan militer transisi Shams al-Din Kabashi pada Ahad (14/4), dilaporkan Sudan Tribune dan dikutip laman Al Araby.

Baca Juga

Menurut Kabashi, NCP harus menunggu Sudan menggelar pemilihan nasional jika ingin memperoleh kekuasaan lagi. Namun, mengingat gejolak yang terjadi selama empat bulan terakhir, NCP diprediksi akan sulit meraih suara rakyat di sana.

Sementara itu, saat ini al-Bashir ditetapkan sebagai tahanan rumah. Pada Ahad lalu, otoritas Sudan juga telah menangkap beberapa tokoh yang menjadi bagian dari rezim al-Bashir, antara kepala sektor politik NCP Abdel Rahman al-Khidir, mantan menteri dalam negeri Ibrahim Mahmoud, mantan menteri urusan presiden Fadl Abdallah, dan kepala sektor pemuda NCP Mohamed al-Amin.

Omar al-Bashir mengundurkan diri dari jabatannya pada Kamis pekan lalu. Langkah itu diambil menyusul gelombang demonstrasi nasional yang tak kunjung usai selama empat bulan terakhir. Ia terpaksa turun takhta setelah memerintah Sudan selama 30 tahun. Momen tersebut disambut sukacita rakyat Sudan yang memang menghendaki reformasi pemerintahan.

Pascapengunduran diri al-Bashir, dibentuklah dewan tranisisi yang dikepalai Jenderal Ibn Auf, yang juga menjabat sebagai menteri pertahanan. Dia mengatakan bahwa dewan militer akan memerintah selama dua tahun. Selain itu, Ibn Auf memberlakukan jam malam dan memutuskan menangguhkan konstitusi.

Rakyat Sudan tak dapat menerima hal itu karena dianggap tak sejalan dengan semangat reformasi yang mereka suarakan. Di sisi lain, mereka memandang Ibn Auf sebagai tokoh yang memiliki kedekatan dengan al-Bashir. Rakyat Sudan pun melanjutkan aksi demonstrasinya. Mereka bersumpah tidak akan berhenti melakukan aksi protes hingga semua tuntutannya terpenuhi.

Gelombang desakan akhirnya membuat Ibn Auf memutuskan mundur dari posisinya sebagai kepala dewan transisi militer. Jabatan tersebut hanya dia emban selama sehari, kemudian diserahkan kepada Letjen Abel Fattah Burhan. Saat ini, Burhan sedang berupaya memenuhi semua tuntutan rakyat Sudan, termasuk membersihkan pemerintahan dari tokoh-tokoh yang menjadi bagian dari rezim al-Bashir. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement