REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Erika Nugraheny
Komisioner Komisi Pemilu Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengungkapkan sejumlah persoalan yang terjadi saat pemungutan suara Pemilu 2019 di luar negeri. Salah satunya, kata Pramono adalah membengkaknya pemilih yang berkategori daftar pemilih khusus (DPK).
"Iya, salah satunya jumlah DPK yang membludak pada saat pemungutan suara," ujar Pramono ketika dijumpai di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/4).
KPU, kata Pramono, memang tidak bisa memprediksi jumlah DPK luar negeri yang hadir pada saat pemungutan suara. DPK ini mencoblos menggunakan KTP-el dan paspor saat pemungutan suara dan mencoblos pada satu jam sebelum berakhirnya waktu pemungutan suara.
Persoalannya, DPK bisa terlayani tergantung dari kelebihan surat suara di suatu TPS. Sementara, surat suara di setiap TPS berdasarkan jumlah DPT ditambah dua persen dari jumlah DPT.
"Ketika jumpa pemilih DPK itu tidak terantisipasi karena surat suara berdasarkan DPT + 2 persen. Begitu DPK-nya membludak, surat suara tidak tercukupi," jelasnya dia.
Pramono menduga bahwa DPT di luar negeri sebenarnya jumlahnya banyak. Apalagi jika mengacu pada data Migrant Care atau BP2TKI yang menyebut sebesar dua sampai empa juta WNI di luar negeri.
"Tapi DPT kita di luar negeri itu hanya dua juta karena kami berbasis pada asas legalitas sepanjang mereka punya passport atau KTP elektronik," katanya.
Persoalan lain, lanjut Promono, adalah keberadaan TPS di luar yuridiksi Indonesia. Umumnya, kata Pramono, TPSLN dibangun di area yuridiksi Indonesia seperti di Kedutaaan Besar Republik Indonesia (KBRI), di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) atau sekolah-sekolah Indonesia di luar negeri.
"Nah, ada juga TPS yang didirikan di luar yuridiksi Indonesia dan harus berkoordinasi dengan otoritas setempat dan waktu juga dibatasi. Ini juga kadang menjadi masalah," jelas dia.
Kasus seperti ini terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia. PPLN Kuala Lumpur melalui KBRI sudah mengajukan ijin pembuatan TPS di luar kantor perwakilan Indonesia. Namun, malam sebelum pemungutan suara, otoritas lokal tidak memberikan izin.
Dampaknya, jumlah TPS yang semula sebnayk 255 dijadikan 168 TPS ditempatkan di KBRI (76 TPS) , Wisma Duta (6 TPS) dan Sekolah Indonesia di Kuala Lumpur (86 TPS). Meski demikian, Promono menilai persoalan tersebut tidak masif terjadi di semua pemungutan suara luar negeri. Persoalannya hanya terjadi di beberapa wilayah, seperti Sidney, Kuala Lumpur, Osaka, dan Hongkong.
"Secara umum, pemungutan suara di luar negeri baik. Hanya beberapa daerah yang mengalami persoalan. Banyak DPK juga menunjukkan antusiasme masyarakat tinggi, hanya saja munculnya belakangan. Padahal yang dilakukan temen PPLN, sosialisasi dan pendataan pemilih sudah dilakukan jauh hari. Sosialisasinya dari Desember 2018, cuma mereka masih pasif," tambah Pramono.
Pemilu selesai 14 April
Sebelumnya, Komisioner KPU, lham Saputra, mengatakan proses pemungutan suara pemilu 2019 di luar negeri dijadwalkan selesai pada 14 April. Hingga saat ini masih ada sejumlah negara yang sedang menyelesaikan proses pemilu luar negeri dengan metode TPS luar negeri (TPSLN).
"Proses pemilu TPSLN ada yang masih berlangsung di sejumlah negara. Jadwal terakhir pelaksanaan pemilu metode TPSLN jatuh pada 14 April," ujar Ilham ketika dikonfirmasi, Senin.
Masih berlangsungnya pencoblosan di TPSLN ini, kata Ilham, disebabkan perbedaan zona waktu di sejumlah negara. Sehingga tanggal 14 April jatuh pada hari yang berbeda.
"14 April di masing-masing negara," ujarnya.
Berdasarkan jadwal resmi KPU, metode pemilu luar negeri TPSLN digelar sejak 8 April hingga 14 April. TPSLN didirikan di kantor-kantor perwakilan Republik Indonesia di 130 kota di luar negeri.
Metode pemilihan kedua di luar negeri adalah Kotak Suara Keliling (KSK) yang dilakukan lebih awal daripada metode TPSLN. Sebab, metode KSK harus keliling ke tempat warga berkumpul baik di tempat kerja maupun pemukiman penduduk.
Metode ketiga untuk pemilu luar negeri, adalah metode pos yang sudah selesai digelar sejak akhir Maret lalu. Pasalnya, metode pas membutuhkan waktu untuk mengirimkan kepada alamat yang sudah tersedia dalam daftar pemilih.
Demikian juga membutuhkan waktu untuk mengirim balik ke penyelenggara pemilu atau PPLN. Ketiga metode ini sama-sama dilakukan lebih dulu (sistem early voting) dibandingkan pemilu di dalam negeri yang baru dilaksanakan pad Rabu (17/4). Meski menggunakan sistem early voting, penghitungan hasil pemungutan suara untuk ketiga metode di atas tetap dilaksanakan setelah proses pemungutan suara pada 17 April selesai dilakukan.
WNI di Luar Negeri Nyoblos Duluan