REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan berkunjung ke Pulau Sebira, Kabupaten Kepulauan Seribu, Selasa (16/4). Ia menumpangi kapal milik Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta ditemani istrinya, Fery Farhati Ganis, bersama rombongan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
Kapal yang ditumpanginya singgah di Pulau Sebira sekitar pukul 09.20 WIB. Ia disambut musik marawis yang dibawakan murid sekolah menengah pertama (SMP) dan para warga yang bersalaman.
Anies langsung mengunjungi Paud Bawal yang dekat dengan dermaga. SDN dan SMPN Satu Atap 02 Pulau Sabira juga tak luput dari perhatiannya. Selain itu, Anies bersama Ketua KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos juga mengecek kesiapan pemilihan umum presiden (pilpres) dan pemilihan umum legislatif (pileg) yang berlangsung 17 April 2019.
Anies pun meninjau pengolahan air payau menjadi air minum, yakni Backrish Water Reverse Osmosis (BWRO) dan lokasi genset di permukiman warga. Penduduk Pulau Sebira berjumlah kurang lebih 500 jiwa yang tersebar di satu RW dan empat RT, Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara.
Anies tercatat sebagai gubernur DKI Jakarta kedua yang berkunjung ke pulau terluar di Kepulauan Seribu itu. Setelah tahun 1985, mantan gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto sebagai kpala daerah pertama berkunjung ke Pulau Sebira. Sebelumnya, Sandiaga Uno tercatat sebagai wakil gubernur DKI pertama yang berkunjung ke Pulau Sebira pada 30 Juli 2018.
Dalam peninjauan, Anies meminum air hasil pengolahan BWRO secara langsung dari selang yang dituangkan ke gelas. "Alhamdulillah, sehat walafiat, enak. Airnya bersih, dan seperti air lainnya. Padahal, kalau bicara kualitasnya tidak kalah dengan air-air yang dijual secara komersial," ujar Anies usai berkeliling di Pulau Sebira, Selasa (16/4).
Menurut dia, air bersih menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Apalagi, bagi warga yang tinggal di Kepulauan Seribu, yang dikelilingi oleh air laut. Anies mengatakan, pengelolaan BWRO sudah diambil alih Pemprov DKI dalam hal ini Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kepulauan Seribu. Anies mengklaim, produksi volume air dari BWRO makin meningkat.
"Sekarang dikelola oleh pemerintah dan volume produksinya menjadi jauh lebih tinggi," kata dia.
Kepala Suku Dinas SDA Ahmad Saipul mengatakan, pihaknya sudah mengambil alih BWRO sejak 2018. Sebelumnya, pengelolaan BWRO dilakukan masyarakat setempat. Sebab, biaya perawatan membutuhkan dana yang tinggi.
Ia mengatakan, saat ini BWRO sudah menghasilkan air sebanyak enam liter per menit. Produksi ini meningkat dari dua liter per menit. Menurut dia, kondisi airnya pun baik dan cukup untuk memenuhi kebutuhan warga di satu RW dan empat RT di Pulau Sebira.
"Enam liter per menit, sebelumnya dua liter per menit. Kita akan tingkatkan lagi. Kondisi air di sini bagus," kata Saipul kepada Anies.
Pengolahan Air Laut
Bupati Kepulauan Seribu Husein Murad mengatakan, Suku Dinas SDA Kepulauan Seribu juga akan membangun pengolahan air laut menjadi air bersih Sea Water Reverse Osmosis (SWRO). Menurut dia, pada 2018 sudah membangun empat SWRO dan pada 2019 akan ditambah empat unit lagi.
"Tahun kemarin sudah empat, tahun ini juga ada empat, tahun-tahun yang akan datang juga akan ditingkatkan," kata Husein.
Sebelumnya, ia menyebutkan bahwa Kepulauan Seribu masih membutuhkan air bersih sebagai prioritas utama. Hal itu ia sampaikan saat memaparkan kebutuhan utama wilayah yang ia pimpin itu di hadapan Anies saat musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) Kepulauaun Seribu di Pulau Pramuka beberapa waktu lalu.
Husein mengatakan, penyediaan air bersih masih di bawah kebutuhan warga. Sehingga, ke depannya, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu berupaya memenuhi kebutuhan air bersih.
Salah satu warga RT 04, RW 03, Kelurahan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Rahma (30 tahun), mengatakan, keberadaan BWRO sangat membantu. Bahkan, menurut dia, air hasil BWRO lebih bagus dibandingkan air minum kemasan.
"Bagus air ini daripada air kemasan. Penyaringan seperti ini RO jadi langsung minum langsung, enak, malah kebih ringan ini di tenggorokan menurut saya," kata Rahma kepada Republika sambil menunggu galonnya terisi penuh air hasil BWRO.
Ia mengatakan, harga air dikenakan Rp 1.000 per galon ditambah dengan biaya Rp 1.000 untuk meminjam gerobak dalam bentuk sumbangan. Ia menggunakan air untuk kebutuhan air minum dan memasak.
"Kemarin Rp 500, mungkin karena ada tambahan kan dinaikin jadi Rp 1.000, karena kan listrik," kata dia.
Rahma menggunakan satu galon air untuk kebutuhan keluarganya selama tiga hari. Sehingga, dalam satu pekan, rata-rata keluarganya menghabiskan dua galon air minum. Jika dihitung, satu pekan ia mengeluarkan biaya untuk minum sekitar Rp 3.000, termasuk sumbangan meminjam gerobak.
Warga lainnya, Yanti (37 tahun), mengatakan, kualitas air dari BWRO sudah cukup bagus. Termasuk air tanah yang ia gunakan sehari-hari untuk mandi cuci kakus (MCK). Yanti mengatakan, dibandingkan pulau-pulau lainnya di Kepulauan Seribu, air di Pulau Sebira lebih bagus.
Ia melanjutkan, air itu tak berasa, ke kulit pun tak menimbulkan efek apa pun. Namun, ketika musim kemarau, air menjadi lebih asin seperti air laut. Ia juga menambahkan, selama ini di Pulau Sebira tak kekurangan air.
"Enggak kurang kok, alhamdulillah air ada saja. Tapi memang kalau (musim) kering, airnya itu jadi lebih asin," ujar Yanti.