REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Perdana menteri Mali beserta seluruh jajaran pejabat pemerintah mengundurkan diri pada Kamis (18/4). Pengundurna diri ini dilakukan empat pekan pasca-pembantaian sekitar 160 penggembala Fulani oleh kelompok main hakim sendiri, yang mengejutkan banyak pihak.
"Presiden menerima pengunduran diri perdana menteri beserta jajaran pejabat pemerintah," menurut pernyataan kantor Presiden Ibrahim Boubacar Keita.
Pernyataan tersebut tidak menyebutkan alasan kepergian Perdana Menteri Soumeylou Boubeye Maiga, namun sejumlah legislator pada Rabu membahas kemungkinan mosi tidak percaya pada pemerintah atas pembantaian dan gagalnya upaya untuk melucuti anggota milisi atau mengusir militan.
Serangan 23 Maret oleh tersangka pemburu dari komunitas Dogon di Ogossagou, desa di Mali tengah yang dihuni para musuhnya, gembala Fulani, merupakan pembunuhan berdarah bahkan kekerasan paling sadis yang pernah terjadi dalam sejarah Mali.
Insiden tersebut menyusul serangan mematikan oleh gerilyawan terhadap pos militer yang menewaskan sedikitnya 23 tentara, juga di wilayah Mali tengah, yang diklaim oleh afiliasi al-Qaeda, yang memilik banyak pengembala Fulani dalam barisannya.