REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta militer Sudan segera menyerahkan proses transisi pemerintahan di negara tersebut kepada warga sipil. Washington menilai hal itu adalah cara mengakhiri pergolakan di sana.
"Keinginan rakyat Sudan jelas: sudah waktunya untuk bergerak menuju pemerintahan transisi yang inklusif dan menghormati hak asasi manusia (HAM) serta supermasi hukum," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus pada Kamis (18/4).
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS disebut akan mengadakan pembicaraan di Khartoum selama akhir pekan ini. Tujuannya adalah untuk menilai situasi di lapangan.
Kendati meminta agar proses transisi kekuasaan dilimpahkan kepada sipil, Ortagus menegaskan bahwa kebijakan AS terhadap negara tersebut belum berubah. Washington masih melabeli Sudan sebagai negara pendukung terorisme.
Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir dilengserkan militer pada 11 April lalu setelah memerintah selama 30 tahun. Dia ditumbangkan menyusul gelombang demonstrasi yang menuntut reformasi terus berlangsung selama empat bulan terakhir.
Setelah presiden digulingkan, militer kemudian memutuskan memimpin proses transisi pemerintahan. Namun hal itu ditentang rakyat Sudan karena tak sejalan dengan misi mereka.
Hingga kini gelombang demonstrasi masih berlangsung. Sementara al-Bashir, yang sebelumnya berstatus tahanan rumah, telah dijebloskan ke penjara dengan pengamanan maksimum Kobar.
Penjara tersebut berada di dekat Sungai Blue-Nile. Kobar merupakan penjara bagi ribuan tahanan politik yang ditangkap al-Bashir selama masa pemerintahannya.