REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG — Pemerintah Korea Utara (Korut) mendesak agar impor makanan dapat segera dilakukan. Hal ini dikatakan sebagai upaya utama dalam membendung potensi krisis pangan di negara terisolasi itu.
Menurut laporan dalam sebuah dokumen pemerintahan, produksi biji-bijian di Korut turun sekitar 10 persen pada tahun lalu. Kebutuhan impor pangan dituliskan sangat mendesak, demikian dengan rencana untuk meningkatkan produksi.
Pada bulan lalu, Duta Besar Korut untuk PBB, Kim Song mengirim surat ke lembaga internasional berisi permohonan untuk bantuan makanan. Menurut perkiraan, cadangan minyak dan pangan di negara yang dipimpin Kim Jong-un itu tak akan bertahan untuk lebih dari satu tahun.
"Ekonomi Korea Utara menyusut 3,5 persen pada 2017 dan lima persen pada 2018 dan kemungkinan akan menyusut lebih jauh tahun ini," ujar pengamat dari Institut Korea, Cho Han-bum dilansir Chosun, Jumat (19/4).
Menurut Cho Han-bum, Korut sedang berusaha untuk menympan makanan dan bahan pangan lainnya hingga akhir tahun ini. Meski demikian, belum ada tanda-tanda terjadinya kelaparan besar-besaran di negara itu.
Selain itu, belum ada kenaikan harga gandum di pasar terbuka Korut, atau dalam arti kata harga masih stabil. Namun, Kwon Tae-jin dari GS & J Institute, seorang ahli pertanian Korut mengatakan kemungkinan harga stabil karena daya beli masyarakat secara keseluruhan telah menurun.
"Harga pangan mungkin stabil hanya karena daya beli masyarakat secara keseluruhan telah menurun sebagai akibat dari sanksi internasional, sehingga pedagang tidak dapat menaikkan harga,” ujar Kwon Tae-jin.