REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memacu hilirisasi komoditas kelapa guna menjadi produk industri dalam negeri yang memiliki nilai tambah. Hilirisasi tersebut dilakukan melalui pelaksanaan program pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) kelapa terpadu di sejumlah wilayah, mulai dari Jambi hingga Gorontalo.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih menjelaskan, komoditas kelap dapat dimanfaatkan mulai dari akar, daun, hingga buah untuk diproduksi dan diolah sektor IKM industri besar. Di sisi lain, kata dia, pemanfaatan kelapa tersebut juga dapat meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis kelapa.
Setelah menyelenggarakan program pengembangan IKM kelapa terpadu di Kabupaten Minahasa Selatan, dia mengatakan Kemenperin juga melanjutkan agenda serupa di Provinsi Gorontalo. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk bimbingan teknis serta fasilitasi mesin dan peralatan pengolahan kelapa yang dapat menjadikan produk pangan atau pengolahan arang aktif.
“Provinsi Gonrotalo punya areal perkebunan kelapa yang cukup potensial dikembangkan untuk keperluan industri,” kata Gati dalam keterangan pers yang diterima Republika, Jumat (19/4).
Adapun wilayah perkebunan kelapa di Gorontalo mencapai 71.524 hektare dengan jumlah tanaman menghasilkan 47.822 hektare atau 4.782.200 pohon. Dari jumlah tersebut, tingkat produksi kelapa mencapai 120 butir per pohon per tahun dengan total produksi 575.864.000 butir per tahun.
Dari potensi alam itu, kata Gati, telah tumbuh setidaknya industri pengolahan dari mulai skala kecil sampai dengan skala besar.
Bahkan, dia memaparkan, beberapa produk olahan kelapa seperti tepung kelapa asal Gorontalo telah diekspor ke Eropa sebanyak 60 persen, Asia 20 persen, dan Afrika sebanyak 20 persen. Dengan capaian tersebut, Gati optimistis pengembangan IKM kelapa terpadu di Gorontalo mampu meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa melalui diversifikasi produk olahan kelapa maupun pengolahan produk sampingannya
“Ujung-ujungnya ya upaya ini dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku agribisnis kelapa mulai dari sektor hulu sampai dengan hilir,” kata dia.
Dia menambahkan, selain di Gorontalo, Ditjen IKMA Kemenperin juga sudah menggelar kegiatan bimbingan teknis produksi serta fasilitasi bantuan mesin dan peralatan IKM Kelapa Terpadu di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi. Upaya tersebut diyakini dapat menunjang peningkatan produksi IKM kelapa karena memanfaatkan teknologi modern.
Sementara itu, merujuk data Badan Pusat Statustik (BPS) tahun 2017, luas area pohon kelapa mencapai 3,65 juta hektare atau 14,58 persen dari 25,05 juta hektare total areal perkebunan di Indonesia. Jumlah tersebut dengan total produksi tanaman kelapa sebesar 2,87 juta ton.
Sedangkan, berdasarkan data Asian and Pasific Coconut Community 2018, jumlah petani yang terlibat dalam agribisnis kelapa sebanyak 5,09 juta rumah tangga.
“Sementara itu berdasarkan catatan Kemenperin, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia di atas Filipina, India, Srilanka, dan Brasil,” kata dia.
Gati menambahkan, pengembangan IKM Kelapa Terpadu di Kabupaten Tanjabbar terdiri dari tiga jenis kegiatan utama, yaitu pengembangan produk pangan berbasis kelapa, pengembangan IKM arang tempurung kelapa, dan peningkatan kemampuan IKM permesinan Teknologi Tepat Guna (TTG) pendukung pengolahan kelapa.
Menurutnya, bisnis industri pengolahan kelapa di Indonesia masih prospektif dan terus berkembang di beberapa wilayah seperti Riau, Sulawesi Utara, Gorontalo, Jambi, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Maluku Utara. Dia mencontohkan, pada beberapa waktu lalu Ditjen IKMA Kemenperin dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara bersinergi membangun sentra IKM Kelapa Terpadu di Kabupaten Halmahera Barat.
“Dari sentra tersebut, diharapkan dapat dihasilkan berbagai komoditas seperti arang batok kelapa, serta berbagai macam produk dari sabut kelapa, gula merah baik gula batok maupun gula semut, air kelapa (nata de coco, kecap), dan minyak goreng,” ujarnya.
Gati menambahkan, Dtijen IKMA melakukan program pengembangan IKM kelapa terpadu melalui pendekatan regional yang selaras dengan kebijakan daerah untuk mendorong peningkatan produksi kelapa dan olahan turunannya dalam meningkatkan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan ini tentunya berbasis kepada ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi tepat guna dan pasar.
Menurutnya, produk turunan kelapa sudah memberikan kontribusi nilai ekspor yang lebih besar jika dibandingkan dengan ekspor buah kelapa utuh. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, nilai ekspor buah kelapa mencapai 121,9 juta dolar AS, sedangkan nilai ekspor produk turunan kelapa mencapai 1,2 miliar dolar AS yang terdiri dari coco fibre, copra, desicated coconut, coconut cream, coconut sheel, charcoal, dan coconut activate carbon.