REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan kampanye hitam menggembosi perolehan suara partainya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Kebohongan dan kampanye hitam secara masif disebarkan ke majelis taklim.
Baidowi mengatakan serangan kampanye hitam kepada PPP tersebut terkait dengan dukungan terhadap pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-KH Ma'ruf Amin. Ia mengatakan kampanye hitam tersebut seperti penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Minuman Keras, sikap mendukung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), dan pendukung penista agama.
"Isu-isu ini diembuskan sehingga menggempur (suara) di daerah-daerah," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (19/4).
Padahal, ia mengatakan, PPP menjadi pengusul RUU Miras dan menjadi ketua pansus. Di Komisi III DPR RI, PPP berusaha untuk memasukkan LGBT agar dikenai sanksi berat dalam RUU KUHP.
Terkait pendukung penista agama, Baidowi menerangkan, hal tersebut karena anggapan bahwa PPP mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI 2019. Padahal, Baidowi mengatakan, serangan tersebut tidak benar.
Ia menambahkan, PPP mendukung Agus Harimurti Yuhdhoyono-Sylviana Murni pada putaran pertama Pilkada DKI 2017, dan netral pada putaran kedua. "Yang dukung Ahok adalah PPP ilegal pimpinan Djan Faridz," kata dia.
Namun, ia mengatakan, PPP enggan mengungkapkan pihak di balik penggembos suara tersebut. "Secara etika kami tak mungkin menyebut. Namun, kenyataan itu ada di lapangan," kata Baidowi.
Baidowi mengatakan, PPP akan menyusun langkah strategis untuk mengantisipasi penggembosan suara pada Pemilu mendatang. "Ya, kami ada strategi politik ke depan yang tak perlu diungkapkan ke publik," jelasnya.