REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melaporkan Pemilihan Presiden dan Legislatif 2019 yang berlangsung Rabu (17/4) di Jawa Barat berlangsung aman, lancar, dan kondusif. Bahkan, tingkat partisipasi masyarakat meningkat di Jawa Barat. Disebutkan, pada Pilpres 2014 angka partisipasi masyarakat sebesar 70 persen. Tapi pada Pemilu 2019 partisipasi masyarakat di atas 75 persen.
“Artinya partisipasi masyarakat sudah sangat tinggi,” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, Jumat (19/4).
Hal ini, kata Emil, kemungkinan disebabkan pilpres dibarengi dengan pileg sehingga banyak caleg yang rajin berpromosi, sosialisasi, serta menarik masyarakat agar turut di pesta demokrasi ini.
"Saya pernah ke Amerika, di sana partisipasi 30 persen sudah bangga. Di sini 70 persen mereka terheran- heran," katanya.
Emil mengatakan, ia sudah melaporkan langsung ke jajaran Kementerian Dalam Negeri tentang penyelenggaraan Pemilu 2019 lewat video conference di Ruang Rapat Manglayang, Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (18/4).
"Ada sedikit permasalahan seperti ada TPS yang kekurangan surat suara, tapi petugas setempat langsung barupaya mengambil dari TPS lain untuk menambal TPS yang kekurangan," katanya.
Kendala lain, kata dia, yakni ada sejumlah TPS yang kesulitan menyimpan logistik pemilu seperti kotak suara karena jumlahnya banyak yakni lima kotak. "Sehingga saya bersama Kapolda Jawa Barat mengambil keputusan yaitu dahulukan penyimpanan kotak pilpres di kecamatan," kata Emil.
Emil juga melaporkan potensi kerawanan cuaca saat pencoblosan dan penghitungan suara yang semula dikhawatirkan ternyata tidak seperti yang dibayangkan. “Hingga saat ini belum ada laporan terkait gangguan cuaca," katanya.
Selain evaluasi penyelenggaraan pemilu, Emil juga memberi masukan ke Kemendagri yang bersifat administrasi. Ini terkait dengan keluhan mahasiswa yang merantau tidak bisa menggunakan hak pilihnya akibat tidak punya form A5 atau surat pindah dari tempat asal.
Menurut Gubernur, para mahasiswa rantau ini tidak sempat atau tidak punya ongkos untuk pulang kampung sehingga dihadapkan pada situasi serba sulit. Emil berharap kepada Kemendagri agar hadir peraturan yang membuat masyarakat bisa mencoblos di mana saja dengan bekal e-KTP.
Masukan lainnya Emil memohon agar biaya saksi bisa ditanggung pemerintah pusat. Sebab akan terlalu mahal biaya politiknya jika ongkos saksi ditanggung masing-masing parpol.
“Biaya saksi dikalikan jumlah TPS, dikalikan per kota/kabupaten, per provinsi seindonesia. Berapa besar jumlah uang hanya untuk saksi?” katanya.