Senin 22 Apr 2019 11:24 WIB

PDIP: Penghitungan Ulang di Surabaya Perkeruh Suasana

PDIP menilai penghitungan suara ulang akan membuat kerja KPPS mubazir.

Red: Teguh Firmansyah
Polisi mengawal tukang becak yang mengangkut logistik hasil Pemilu 2019 di Rusun Sumbo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/4/2019).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Polisi mengawal tukang becak yang mengangkut logistik hasil Pemilu 2019 di Rusun Sumbo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya menyatakan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan melakukan penghitungan suara ulang 8.146 TPS berpotensi memperkeruh suasana. Sikap Bawaslu juga dinilai akan menghambat tahapan Pemilu 2019.

"Adanya rekomendasi itu dengan sendirinya telah mengabaikan kinerja seluruh KPPS (Kelompok Penyelanggara Pemungutan Suara) se-Kota Surabaya, yang telah bekerja dengan kelelahan luar biasa, mulai pagi saat hari H Pemilu 17 April 2019, bahkan hingga subuh," kata Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya Whisnu Sakti Buana di Surabaya, Senin (22/4).

Baca Juga

Selain itu, lanjut dia, Bawaslu Surabaya juga punya pengawas di seluruh TPS yang dibayar negara. Sebab itu, pengawasan atas TPS semestinya otomatis dilakukan oleh para aparatur Bawaslu, terlebih ketika terjadi kesalahan dan pelanggaran.

"Jika semua TPS dihitung ulang, maka mubazir negara membayar seluruh pengawas TPS se-Kota Surabaya, dengan anggaran besar," ujar Whisnu yang juga wakil wali Kota Surabaya ini.

Menurut dia, adanya kekeliruan-kekeliruan penghitungan suara di level TPS, sudah otomatis dilakukan pembetulan di tingkat lebih atas, yakni di forum Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Pembetulan melibatkan Panitia Pemungutan Suara (PPS), aparat Bawaslu dan saksi-saksi parpol.

Kesalahan itu, lanjut dia, bisa dipahami sebagai akibat kelelahan manusia yang luar biasa dari para petugas KPPS dalam menyelenggarakan pemilu serentak, Pileg dan Pilpres. Semua mengakui kelelahan hebat itu, sehingga wajar jika tidak terjadi salah penjumlahan.

Begitu juga dengan kekeliruan di level TPS, kata dia, tidak saja menyangkut suara parpol, tetapi juga ditemukan di rekap suara Caleg DPD yang nonparpol. Namun, kesalahan itu langsung dikoreksi di forum PPK.

Bahkan, lanjut dia, mayoritas penghitungan suara di TPS dan pencatatan di dokumen C1 KPU, Bawaslu dan saksi-saksi parpol, diamini benar di forum PPK karena data-data yang dipresentasikan satu sama lain terjadi kesesuaian alias cocok. "Bagaimana mungkin Bawaslu meminta rekap TPS-TPS yang benar ini agar diulang kembali?" katanya menanyakan.

Untuk itu, menurut Whisnu, PDI Perjuangan sebagai salah satu kontestan Pemilu 2019, berkepentingan agar keseluruhan tahapan Pemilu berlangsung Luber dan Jurdil, sehingga hal-hal yang sudah benar, tidak perlu diubah.

"Termasuk banyak rekapitulasi suara yang benar di TPS-TPS di mana suara PDIP kalah. Jangan diotak-atik. Biarkan hasilnya murni karena jika hasil itu terus dipersoalkan, maka ini akan mengganggu secara serius penyelesaian tahapan Pemilu 2019 di Kota Surabaya," katanya.

PDI Perjuangan juga meminta Ketua Bawaslu Kota Surabaya Hadi Margo Sambodo untuk mempercayai kinerja penyelenggara Pemilu di level TPS, kelurahan dan kecamatan, termasuk aparatur KPU dan Bawaslu sendiri. "Biarkan mereka bekerja dengan normal, dan diawasi semua mata. Tidak usah diintervensi dari atas," katanya.

Whisnu juga melihat sikap Bawaslu dan dan surat Nomor 436 tertanggal 21 April 2019 punya indikasi kuat untuk memenuhi pesanan caleg-caleg yang terancam tidak lolos, karena suaranya sedikit dan tidak mendapat kepercayaan rakyat di bilik-bilik suara.

"Tapi, PDI Perjuangan yakin dengan keimanan politik kami, bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Sehebat apa pun penataan, tapi jika rakyat tidak mempercayai caleg-caleg itu, dan tidak mencoblos di bilik suara, terus mau apa? Apakah mau mengotak-atik perolehan suara murni rakyat?," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement