REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan adanya kepala daerah yang mengundurkan diri hanya gara-gara tidak puas dengan hasil pilpres dianggap berlebihan. "Menurut saya itu berlebihan, ngapain mengundurkan diri, dia kan dipilih oleh rakyatnya melalui pemilihan kepala daerah," kata Jimly di Jakarta, Senin (22/4).
Dia mengatakan seorang kepala daerah tidak selayaknya mengundurkan diri hanya karena tidak puas dengan hasil pemilihan presiden di daerahnya. "Karena dia punya amanat dari rakyat yang memilih dia," kata Jimly.
Sebelumnya diberitakan bahwa Bupati Mandailing Natal Sumatra Utara Dahlan Hasan Nasution mengirimkan surat yang ditujukan pada Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Presiden RI Joko Widodo terkait pengunduran dirinya meski masa jabatannya hingga Juni 2021. Dalam suratnya tersebut Dahlan menyampaikan niatnya untuk mengundurkan diri sebagai kepala daerah lantaran hasil pemilu 2019 di Mandailing Natal yang mengecewakan dan tidak sesuai dengan harapannya.
Mendagri Tjahjo Kumolo menilai alasan Dahlan untuk mundur tidak lazim karena bisa mencederai amanat masyarakat Mandailing Natal yang telah memilihnya sebagai kepala daerah secara langsung. Tjahjo juga menilai alamat surat yang ditujukan tidak tepat karena seharusnya ditujukan pada DPRD Mandailing Natal.
"Secara prosedural, alamat surat ini tidak tepat. Harusnya ditujukan kepada DPRD Mandailing Natal untuk selanjutnya diteruskan kepada Mendagri melalui Gubernur Sumatera Utara," terang Tjahjo.
Dalam surat permohonan pengunduran dirinya, Dahlan menujukan langsung kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Padahal, proses administrasi pengunduran diri kepala daerah diatur Undang-Undang Pemerintah Daerah.
Mekanismenya ialah surat pengunduran diri bupati diserahkan ke DPRD. Selanjutnya, pimpinan DPRD mengadakan rapat paripurna untuk mengumumkan pengunduran diri tersebut. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 79 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.