REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Hingga Selasa (23/4), belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab atas serangkaian aksi teror di berbagai tempat di Sri Lanka pada Ahad (21/4). Namun, Pemerintah Sri Lanka menduga aksi itu dilakukan kelompok radikal yang ada di Sri Lanka. Sebab, pelaku bom bunuh diri serta beberapa orang yang ditangkap pihak berwenang merupakan warga lokal.
Tim investigasi Sri Lanka pun berfokus kepada salah satu kelompok yang diketahui mempromosikan ideologi teroris, yakni National Thowheeth Jama'ath (NJT).
Tepat 10 hari sebelum serangan memilukan di Hari Paskah, seorang pejabat kepolisian mengirim peringatan kepada otoritas keamanan nasional tentang potensi aksi terorisme. Peringatan itu dibuat oleh National Thowheeth Jama'ath. Isi peringatan tersebut adalah ancaman serangan terhadap gereja-gereja di Sri Lanka.
Namun, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengaku bahwa kabinetnya tidak mendapatkan peringatan itu. Sehingga, ia meminta penjelasan mengapa tindakan pencegahan yang memadai tidak dilakukan.
Hingga kini, NTJ dikenal di Sri Lanka dengan aksinya merusak patung-patung Buddha. Pada 2016, sekretarisnya, Abdul Razik ditangkap dengan tuduhan penghasutan rasisme.
Sri Lanka, yang merupakan negara kepulauan di Samudra Hindia telah dilanda perang saudara hampir 26 tahun lamanya. Pada 2009, Sri Lanka mengakhiri perang yang mencatat sejarah kekerasan militan.
Pada 2009, pemerintah Sri Lanka yang sebagian besar dipimpin oleh elit Buddhist, menghentikan pemberontakan dari etnis Tamil Tiger yang sebagian besar beragama Hindu termasuk juga Muslim dan Kristen. Namun, serangan teror yang menewaskan 290 orang dan melukai 400 orang lebih, mengusik ketenangan warga Sri Lanka usai berakhirnya perang saudara.
Direktur Pusat Internasional untuk Studi Ekstrimisme dan Kekerasan, Anne Speckhard mengatakan, tujuan NJT bukanlah pemberontakan, melainkan menyebarkan gerakan militan global ke Sri Lanka guna menciptakan kebencian, ketakutan, dan perpecahan di masyarakat.
"Ini bukan soal gerakan separatis. Ini tentang agama dan hukumannya," ujar Speckhard dilansir Gulf News, Selasa (23/4).
Speckhard menilai pemboman bunuh diri yang terkoordinasi pada Ahad menargetkan anggota minoritas Katolik Roma Sri Lanka, dan tamu di hotel-hotel yang disukai oleh wisatawan asing. Hal itu menurutnya serupa dengan yang dilakukan di tempat lain oleh kelompok-kelompok militan Islam.
"Serangan-serangan ini sangat berbeda dan terlihat sebagai yang datang dari ISIS, Al-Qaeda, catatan pedoman militan global, karena ini adalah serangan yang memicu kebencian agama dengan menyerang beberapa gereja pada hari libur keagamaan yang tinggi," katanya.
Sementara orang-orang Tamil adalah di antara kelompok-kelompok pertama di dunia yang menggunakan pemboman bunuh diri sebagai taktik umum. Perang saudara berakhir satu dekade lalu setelah operasi besar-besaran oleh tentara pemerintah yang mengalahkan Tamil dan membunuh pemimpin mereka.