REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kekurangan dan keterbatasan sarana prasarana pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus akan mendapatkan perhatian lebih serius dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang. Bupati Semarang berencana memperbanyak sekolah inklusi dan menyediakan sekolah khusus bagi anak- anak berkebutuhan khusus yang proses belajarnya selama ini masih menyatu dengan sekolah reguler.
Hal ini terungkap saat orang nomor satu di Kabupaten Semarang tersebut, meninjau langsung pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) siswa berkebutuhan khusus di sejumlah sekolah yang ada di wilayah Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.
“Pemkab Semarang, akan mengupayakan adanya kelas khusus bagi mereka (siswa berkebutuhan khusus). Sehingga tidak dicampur dengan siswa lain yang normal,” kata Mundjirin, di Ungaran, Selasa (23/4).
Bupati mengaku prihatin, setelah melihat siswa berkebutuhan khusus umumnya mengaku tidak bisa mengikuti pelajaran sebaik temannya yang lain di sekolah, karena keterbatasan fisik yang dimilikinya. Makanya, Pemkab Semarang bakal menyediakan kelas khusus dengan guru yang khusus juga agar mereka bisa belajar lebih baik lagi.
“Kalaupun di Kabupaten Semarang saat ini sudah ada sekolah inklusi, mestinya harus diperbanyak lagi untuk memfasilitasi siswa berkebutuhan khusus ini,” tambahnya.
Mundjirin juga merencanakan percepatan pemenuhan kebutuhan komputer bagi siswa sekolah menengah oleh Pemkab Semarang. Tujuannya agar Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dapat dilaksanakan lebih baik lagi.
Rencananya tahun 2020 Pemkab Semarang akan mengupayakan pemenuhan kebutuhan perangkat komputer melalui APBD. “Pemenuhan fasilitas ini menjadi penting agar pendidikan di daerah kami lebih maju,” tegasnya.
Perihal siswa berkebutuhan khusus yang masih belajar dalam sekolah reguler diamini oleh Kepala SDN Sudirman Ambarawa, Sri Mintarti. Pada pelaksanaan USBK ini, sedikitnya ada lima anak berkebutuhan khusus yang mengikuti UASBN di sekolahnya.
Terkait dengan persiapan siswa dalam menghadapi UASBN, ia mengatakan jika ke-lima siswa tersebut tidak mendapat pendampingan khusus saat mengerjakan soal ujian. Tapi sebelum ujian sudah ada guru khusus yang mendampingi belajar, sepekan sekali.
Sri Mintarti juga mengatakan, para siswa berkebutuhan khusus itu mengalami kelambanan berfikir saat mengikuti proses belajar mengajar. Salah seorang siswa tersebut bahkan seharusnya sudah duduk dibangku SMA.
Namun secara fisik mereka tidak mengalami hambatan. Ditambahkan, SDN Sudirman merupakan salah satu dari 14 sekolah inklusi di Kabupaten Semarang yang menampung siswa berkebutuhan khusus bersama- sama dengan siswa normal lainnya.
“Karena itu, sebagai bagian dari institusi pendidikan, kami sangat mendukung jika Pemkab Semarang akan menambah umlah sekolah inklusi atau menyediakan sekolah khusus bagi anak berkebutuhan khusus,” jelasnya.
Sementara itu, pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo menjelaskan jumlah peserta ujian nasional SMP/MTs tahun 2019 sebanyak 12.939 siswa.
Jumlah ini terdiri atas 9.773 siswa SMP, 2.724 siswa MTs serta 442 peserta kejar paket B. Dari total 97 SMP yang ada, baru sekitar 70 sekolah atau sekitar 72 persen yang menyelenggarakan UNBK. “Kalau untuk MTs, seluruhnya telah siap melaksanakan UNBK,” jelasnya.
Sementara jumlah peserta UASBN SD sederajat di kabupaten Semarang, total mencapai 15.726 siswa, yang masing-masing terdiri atas 12.429 siswa SD, 3.247 siswa MI dan 50 siswa kejar paket B.
Terkait perlakuan khusus bagi siswa berkebutuhan khusus, Sukaton menjelaskan, Disdikpora kabupaten Semarang telah mengusulkan pengadaan pusat sumber belajar (PSB) inklusi di delapan sekolah dasar yang ada di daerahnya.
Usulan mengenai PSB Inklusi ini rencananya akan dipenuhi dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat. “Harapannya, tahun depan (2020) sudah terwujud untuk memberikan akses kemudahan bagi siswa berkebutuhan khusus,” tandasnya.