REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan banyak hal yang perlu dievaluasi dari pelaksanaan Pemilu 2019. Evaluasi menyusul anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) banyak yang meninggal diduga akibat kelelahan.
"Korban yang jatuh menurut saya mencerminkan ketegangan dan tekanan mental para penyelenggara pemilu, di samping mungkin kondisi tubuh yang tidak optimal," kata Firman saat dihubungi di Jakarta, Selasa (23/4).
Profesor riset termuda LIPI itu mengatakan ketegangan dan tekanan mental yang dihadapi para penyelenggara pemilu bisa jadi karena rasa tanggung jawab terhadap tugasnya. Apalagi, sejak sebelum pemungutan suara sudah ada wacana-wacana ketidakpercayaan terhadap proses pemilu.
Akibatnya, para anggota KPPS menjaga proses pemungutan suara, surat suara dan kotak suara sedemikian rupa tanpa menghiraukan kondisi tubuhnya. "Sebetulnya bila sistem yang terbentuk sudah berjalan dengan baik, bisa saja penjagaan seluruh proses dilakukan secara estafet dari KPPS ke petugas polisi," tuturnya.
Namun, Firman menduga banyak anggota kepolisian yang juga kelelahan dalam mengawal proses pemilu. Menurut Firman, hal itu mudah terjadi karena ketidakpercayaan terhadap proses pemilu akibat pelajaran-pelajaran pahit dari proses pemilu yang terjadi sebelumnya.
"Di negara-negara yang tingkat kepercayaan publiknya tinggi, hal itu tidak akan terjadi," ujarnya.
Komisi Pemilihan Umum menginformasikan hingga Selasa terdapat 119 orang petugas KPPS yang meninggal dunia, 548 sakit yang tersebar di 25 provinsi. Mereka diduga kelelahan dalam melaksanakan tugas.